Kamis, 01_09_2011
Puasanya Puasa II
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Setelah menyelesaikan perang Badar yang sangat dahsyat itu, Rosulullah langsung berdiri di hadapan para sahabat seraya bersabda, "Kita telah menyelesaikan jihad kecil (jihad asghor) dan sebentar lagi akan menghadapi jihad besar (jihad akbar)."
Sahabat kebingungan, "Ya Rosulullah kami pikir perang Badar tadi adalah perang yang sangat besar, dahsyat, dan sangat berat. Lalu jihad akbar yang bagaimanakah yang engkau maksud itu ya Rosul?"
Rosul menjawab, "Jihad akbar yang aku maksud itu adalah perang melawan diri sendiri."
Hadirin rohimakumul laah. Kita baru saja menyelesaikan ibadah puasa kewajiban selama satu bulan di bulan Romadhon. Puasa di bulan Romadhon itu sangat berat. Dari waktu Shubuh kita diwajibkan untuk menahan diri dari segala hal yang bisa membatalkan puasa yaitu makan, minum, dan hubungan suami-istri (jima`). Tapi selepas Romadhon ini kita akan berhadapan dengan puasa yang lebih berat dari puasa kewajiban Romadhon yaitu puasa kesadaran selama 11 bulan setelah Romadhon.
Puasa kewajiban adalah puasa satu bulan penuh di bulan Romadhon dan kita "hanya" menahan lapar, haus, dan jima`. Sedangkan puasa kesadaran adalah puasa dalam arti puasa yang seluas-luasnya yang kita lakukan di 11 bulan di luar Romadhon dan memang bukan menahan lapar, haus, dan jima`.
Puasa kesadaran adalah puasa yang kita lakukan untuk menjaga kedekatan kita dengan Allah SWT. Puasa kesadaran adalah kita menahan diri dari segala yang diharamkan atau dilarang Allah SWT. Dan, ini pastinya bukanlah hal yang mudah. Apalagi banyak golongan yang menganggap kalau sudah keluar dari bulan Romadhon maka semua dosa bisa kembali dilakukan. Kemaksiatan bisa kembali dijalankan.
Maka jangan heran kalau tempat-tempat kemaksiatan dan pelacuran hanya tutup selama Romadhon dan buka kembali segera setelah Romadhon meninggalkan kita. Puasa kesadaran menjadi puasa yang sangat berat untuk kita jalankan karena hampir ketika semua orang bisa merasa bebas sebebas-bebasnya ketika keluar Romadhon kita justru dengan kesadaran yang kita miliki harus tetap menahan diri kita untuk tidak melakukan dosa, kemaksiatan, dan segala hal yang diharamkan oleh Allah SWT.
(Mohamad Istihori)
Kamis, 01 September 2011
Senin, 23 Mei 2011
Suami Ideal
Senin, 25 April 2011
Suami Ideal
Oleh: Mohamad Istihori
Setelah sekian lama menjalin rumah tangga, siang hari ini Mat Semplur (MS) kembali bersua dengan guru besarnya, Kiai Jihad (KJ).
"Bagaimana kabar rumah tanggamu kini?" tanya KJ.
"Al Hamdulillah Kiai sampai hari ini kami terus-menerus untuk belajar saling memahami, mengerti, dan memberi." jawab MS.
MS merasa saat ini adalah merupakan saat yang tepat untuk curhat atau konsultasi kepada KJ.
"Pak Kiai menurut anda bagaimana sih caranya menjadi suami ideal?" tanya MS.
"Untuk menjadi suami ideal itu bisa dibilang susah-susah gampang. Perbandingan susah dengan gampangnya dua banding satu.
Bukan gampang-gampang susah, yang perbandingannya susahnya satu sedang gampangnya dua.
Jadi emang susah jadi suami ideal itu. Butuh keluasan ilmu, kelapangan hati, dan kejembaran perasaan.
Suami ideal itu bukanlah seorang lelaki yang OmDo (Omong Doang) atau NATO (No Action Talk Only).
Suami ideal adalah pelaku utama dari setiap kebaikan dan kebenaran yang ia ajarkan kepada istri dan anak-anaknya.
Suami ideal adalah pihak yang merasa paling berdosa kalau ia melanggar larangan-larangan yang ia tetapkan kepada istri dan keluarganya.
Maka cintailah istrimu seutuhnya. Cintailah segala kekurangannya sebagaimana kau mencintai semua kelebihannya. Terimalah ia apa adanya.
Jangan pernah berhenti, jangan pernah menyerah, dan jangan pernah merasa lelah untuk terus-menerus belajar memahami jiwanya, keinginannya, cita-citanya, dan segala harapan hidupnya.
Pandai-pandailah berterima kasih padanya sekecil apapun kebaikan yang ia lakukan untukmu.
Belajarlah untuk senantiasa memaafkan kesalahannya sebesar apapun kesalahan yang ia lakukan terhadapmu.
Kalau kamu ingin istrimu menjadi seorang pembelajar kehidupan maka kamu haruslah yang pertama mempelajari kehidupan."
Demikianlah beberapa tips KJ kepada MS untuk bisa menjadi suami yang ideal.
Suami Ideal
Oleh: Mohamad Istihori
Setelah sekian lama menjalin rumah tangga, siang hari ini Mat Semplur (MS) kembali bersua dengan guru besarnya, Kiai Jihad (KJ).
"Bagaimana kabar rumah tanggamu kini?" tanya KJ.
"Al Hamdulillah Kiai sampai hari ini kami terus-menerus untuk belajar saling memahami, mengerti, dan memberi." jawab MS.
MS merasa saat ini adalah merupakan saat yang tepat untuk curhat atau konsultasi kepada KJ.
"Pak Kiai menurut anda bagaimana sih caranya menjadi suami ideal?" tanya MS.
"Untuk menjadi suami ideal itu bisa dibilang susah-susah gampang. Perbandingan susah dengan gampangnya dua banding satu.
Bukan gampang-gampang susah, yang perbandingannya susahnya satu sedang gampangnya dua.
Jadi emang susah jadi suami ideal itu. Butuh keluasan ilmu, kelapangan hati, dan kejembaran perasaan.
Suami ideal itu bukanlah seorang lelaki yang OmDo (Omong Doang) atau NATO (No Action Talk Only).
Suami ideal adalah pelaku utama dari setiap kebaikan dan kebenaran yang ia ajarkan kepada istri dan anak-anaknya.
Suami ideal adalah pihak yang merasa paling berdosa kalau ia melanggar larangan-larangan yang ia tetapkan kepada istri dan keluarganya.
Maka cintailah istrimu seutuhnya. Cintailah segala kekurangannya sebagaimana kau mencintai semua kelebihannya. Terimalah ia apa adanya.
Jangan pernah berhenti, jangan pernah menyerah, dan jangan pernah merasa lelah untuk terus-menerus belajar memahami jiwanya, keinginannya, cita-citanya, dan segala harapan hidupnya.
Pandai-pandailah berterima kasih padanya sekecil apapun kebaikan yang ia lakukan untukmu.
Belajarlah untuk senantiasa memaafkan kesalahannya sebesar apapun kesalahan yang ia lakukan terhadapmu.
Kalau kamu ingin istrimu menjadi seorang pembelajar kehidupan maka kamu haruslah yang pertama mempelajari kehidupan."
Demikianlah beberapa tips KJ kepada MS untuk bisa menjadi suami yang ideal.
Semua Mau Jadi Orang Sholeh
Senin, 15 Mei 2011
Semua Mau Jadi Orang Sholeh
Oleh: Mohamad Istihori
(Sumber: Ust. Taufik)
Kita sebagai anak pasti pengennya punya orang tua yang sholeh. Begitu pun orang tua yang mana sih yang tidak ingin punya anak yang sholeh/sholehah? Karena kelak kalau mereka berdua telah tiada anak yang sholeh jualah yang mendo'akan.
Kalau anak-anak mereka tholeh (anonim dari sholeh) niscaya anak-anak mereka tidak akan bisa mendo'akan mereka.
Sebagai menantu kita juga pasti pengen banget punya mertua sholeh. Demikian juga setiap mertua tentu luluh hatinya ketika anak gadisnya dilamar oleh laki-laki yang sholeh.
Suami berharap istrinya menjadi istri yang sholehah. Karena sebaik-baiknya perhiasan di dunia ini adalah istri yang sholehah.
Apalagi istri, pasti ia juga berharap mendapatkan suami yang sholeh, yang mampu menjadi imam/pemimpin rumah tangga di dalam mengarungi bahtera kehidupan yang penuh dengan ujian dan cobaan.
Rakyat mengharapkan memiliki pemimpin yang sholeh agar pemimpin mereka benar-benar menjadi tool of Allah atau perpanjangan tangannya Allah di dalam memberikan kesejahteraan bagi segenap rakyatnya.
Begitu pun dengan pemerintah/pemimpin pasti berharap mempunyai rakyat yang sholeh, yang mudah diajak kepada hal-hal yang baik, positif, dan produktif demi kemaslahatan bersama.
Tapi sebelum kita mengharapkan kesalehan pada yang di luar diri kita marilah kita semua berdo'a, belajar, dan bekerja keras untuk menjadi pribadi-pribadi yang sholeh.
Karena jangankan kita, para nabi dan para rosul pun berdo'a agar Allah memasukkan mereka ke dalam golongan orang-orang yang sholeh. Misalnya saja Nabi Sulaiman. Ia adalah pewaris kerajaan Nabi Daud yang memiliki kitab Zabur.
Prajurit Nabi Sulaiman ini terbagi kepada tiga bagian: pertama, manusia. Kedua, jin. Dan, ketiga hewan terutama burung. Jadi selain bisa menjalin komunikasi dengan sesama manusia Sulaiman bisa berbicara dengan jin dan hewan.
Diceritakan dalam penghujung surat an Naml (Semut) ayat 19 Sulaiman berdo'a kepada Allah agar dimasukkan ke dalam golongan orang-orang yang sholeh dengan rahmah-Nya (kasih sayang-Nya).
"...Wa adkhilnii bi rohmatika fii 'ibaadikash shoolihiin." (...Dan masukkanlah aku dengan rahmah-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang shaleh.)
Semua Mau Jadi Orang Sholeh
Oleh: Mohamad Istihori
(Sumber: Ust. Taufik
Kita sebagai anak pasti pengennya punya orang tua yang sholeh. Begitu pun orang tua yang mana sih yang tidak ingin punya anak yang sholeh/sholehah? Karena kelak kalau mereka berdua telah tiada anak yang sholeh jualah yang mendo'akan.
Kalau anak-anak mereka tholeh (anonim dari sholeh) niscaya anak-anak mereka tidak akan bisa mendo'akan mereka.
Sebagai menantu kita juga pasti pengen banget punya mertua sholeh. Demikian juga setiap mertua tentu luluh hatinya ketika anak gadisnya dilamar oleh laki-laki yang sholeh.
Suami berharap istrinya menjadi istri yang sholehah. Karena sebaik-baiknya perhiasan di dunia ini adalah istri yang sholehah.
Apalagi istri, pasti ia juga berharap mendapatkan suami yang sholeh, yang mampu menjadi imam/pemimpin rumah tangga di dalam mengarungi bahtera kehidupan yang penuh dengan ujian dan cobaan.
Rakyat mengharapkan memiliki pemimpin yang sholeh agar pemimpin mereka benar-benar menjadi tool of Allah atau perpanjangan tangannya Allah di dalam memberikan kesejahteraan bagi segenap rakyatnya.
Begitu pun dengan pemerintah/pemimpin pasti berharap mempunyai rakyat yang sholeh, yang mudah diajak kepada hal-hal yang baik, positif, dan produktif demi kemaslahatan bersama.
Tapi sebelum kita mengharapkan kesalehan pada yang di luar diri kita marilah kita semua berdo'a, belajar, dan bekerja keras untuk menjadi pribadi-pribadi yang sholeh.
Karena jangankan kita, para nabi dan para rosul pun berdo'a agar Allah memasukkan mereka ke dalam golongan orang-orang yang sholeh. Misalnya saja Nabi Sulaiman. Ia adalah pewaris kerajaan Nabi Daud yang memiliki kitab Zabur.
Prajurit Nabi Sulaiman ini terbagi kepada tiga bagian: pertama, manusia. Kedua, jin. Dan, ketiga hewan terutama burung. Jadi selain bisa menjalin komunikasi dengan sesama manusia Sulaiman bisa berbicara dengan jin dan hewan.
Diceritakan dalam penghujung surat an Naml (Semut) ayat 19 Sulaiman berdo'a kepada Allah agar dimasukkan ke dalam golongan orang-orang yang sholeh dengan rahmah-Nya (kasih sayang-Nya).
"...Wa adkhilnii bi rohmatika fii 'ibaadikash shoolihiin." (...Dan masukkanlah aku dengan rahmah-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang shaleh.)
Penjelasan Surat An Nisa: 110-111
Jum'at, 6 Mei 2011
Penjelasan Surat An Nisa: 110-111
Oleh: Mohamad Istihori
Wa may ya'mal suu-an aw yadzlim nafsahu tsumma yastagfirillaaha yajidillaaha ghofuuror rohiimaa. An Nisa: 110
=> Ya'mal (mengerjakan,melakukan)
-Ya'mal berkedudukan sebagai fi'il syarat. Maka i'rob-nya di-jazamkan.
=> Suu-an
- Suu-an adalah dzanban yasuu-u bihi ghoerohu (dosa yang membuat orang lain kena akibatnya).
=> Yazlim nafsahu (menzalimi diri sendiri)
- Misalnya: meninggalkan sholat.
=> Yastaghfir (beristighfar, mohon ampun, bertaubatan nasuha).
- Yastaghfir di sini bukan cuma sekedar mengucapkan lafadz astaghfirullah. Syarat taubat:
Dosa yang berkaitan Allah:
1. Nadam (menyesal): Misalnya, "Duh nyesel saya nggak sholat."
2. Iqla (melepaskan semua dosa).
3. 'Azam (niat kuat untuk tidak mengulangi lagi).
Dosa yang berkaitan dengan sesama manusia:
1, 2, 3, dan 4. Minta maaf kepada orang yang bersangkutan (roddul madzoolim).
=> Memang baik kita meminta maaf ketika kita berbuat salah pada orang lain tapi lebih baik lagi adalah orang yang menerima maaf atau memaafkan kesalahan orang lain.
=> Jangan pelit ah untuk ngedo'ain orang lain karena saat kita mendo'akan kebaikan bagi orang lain saat itu juga malaikat mendo'akan kita.
=> Jangan marah meskipun saat itu kita punya hak dan dibenarkan untuk marah.
=> Makna hakiim adalalah:
1. Allah Yang Maha memberikan hikmah atas setiap ciptaan-Nya.
2. Allah itu Maha Adil.
Penjelasan Surat An Nisa: 110-111
Oleh: Mohamad Istihori
Wa may ya'mal suu-an aw yadzlim nafsahu tsumma yastagfirillaaha yajidillaaha ghofuuror rohiimaa. An Nisa: 110
=> Ya'mal (mengerjakan,melakukan)
-Ya'mal berkedudukan sebagai fi'il syarat. Maka i'rob-nya di-jazamkan.
=> Suu-an
- Suu-an adalah dzanban yasuu-u bihi ghoerohu (dosa yang membuat orang lain kena akibatnya).
=> Yazlim nafsahu (menzalimi diri sendiri)
- Misalnya: meninggalkan sholat.
=> Yastaghfir (beristighfar, mohon ampun, bertaubatan nasuha).
- Yastaghfir di sini bukan cuma sekedar mengucapkan lafadz astaghfirullah. Syarat taubat:
Dosa yang berkaitan Allah:
1. Nadam (menyesal): Misalnya, "Duh nyesel saya nggak sholat."
2. Iqla (melepaskan semua dosa).
3. 'Azam (niat kuat untuk tidak mengulangi lagi).
Dosa yang berkaitan dengan sesama manusia:
1, 2, 3, dan 4. Minta maaf kepada orang yang bersangkutan (roddul madzoolim).
=> Memang baik kita meminta maaf ketika kita berbuat salah pada orang lain tapi lebih baik lagi adalah orang yang menerima maaf atau memaafkan kesalahan orang lain.
=> Jangan pelit ah untuk ngedo'ain orang lain karena saat kita mendo'akan kebaikan bagi orang lain saat itu juga malaikat mendo'akan kita.
=> Jangan marah meskipun saat itu kita punya hak dan dibenarkan untuk marah.
=> Makna hakiim adalalah:
1. Allah Yang Maha memberikan hikmah atas setiap ciptaan-Nya.
2. Allah itu Maha Adil.
Para Pewaris Rosul dan Nabi
Sabtu, 14 Mei 2011
Para Pewaris Rosul dan Nabi
Oleh: Mohamad Istihori
(Sumber: Emha Ainun Nadjib)
Allah itu selain mengutus nabi juga mengutus rosul bagi kehidupan manusia di dunia. Nabi dan rosul ini masing-masing memiliki kewajiban untuk menyampaikan kebenaran baik untuk dirinya pribadi atau pun bagi umatnya.
Setelah Rosulullah Muhammad Saw diutus maka tidak ada lagi Nabi dan Rosul. Maka Muhammad Saw mendapat julukan khootamun nabiyyiin (penutup para Nabi).
Kalau kita mengikuti pengertian baku selama ini Rosul itu adalah seseorang yang diberi wahyu atau kitab dan ia wajib menyampaikannya kepada umatnya. Sedangkan Nabi adalah seseorang yang diberi wahyu atau kitab tapi ia tidak wajib menyampaikannya kepada umatnya.
Semua pengertian di atas tidaklah salah. Namun kita bisa mengembangkan pengertian Rosul dan Nabi dengan tetap mempelajari isyarat-isyarat Allah melalui firman-firman-Nya.
Pertama rosul. Allah berfirman, "Athiiul laaha wa athiiur rosuula wa uulil amri mingkum." Taatlah kamu sekalian kepada Allah, taat kepada Rosul, dan kepada para pemimpin di antara kalian.
Jadi ada garis antara Allah, Rosul, kemudian ulil amri. Ulil amri ini adalah pemerintah (umara) dari tingkat RT sampai Presiden.
Pada ayat di atas dengan sangat tegas dijelaskan taat kepada Allah dan Rosul-Nya itu bersifat mutlak karena pada ayatnya athiiul llah wa athiiur rosul. Memakai athiiuu.
Sedangkan taat kepada umara atau pemerintah tidaklah mutlak karena pada ayatnya tidak memakai athiiuu tapi langsung wa uulil amri mingkum.
Kemudian ulil amri itu terdapat kata amri atau amr yang artinya perintah. Maka tugas ulil amri itu adalah memberi perintah atas kebaikan. Kebaikan yang sudah diperintahkan itu namanya ma'ruuf. Ya'muruuna bil ma'ruuf.
Jadi, sekali lagi tugas pemerintah itu memberi perintah kebaikan plus mencegah kemungkaran atau amar ma'ruuf nahyil mungkar.
Jadi kalau kita sekarang ini berada dalam garis tugas pemerintahan berkatanya, "Saya perintahkan kepada Kapolri." Bukan, "Saya menghimbau. Saya menyarankan. Saya ajak."
Kedua, nabi. Kalau nabi pewarisnya adalah ulama. Sebagaimana sabda Rosulullah Saw, "Al ulamaau waroostatul ambiyaai." Ulama itu adalah pewaris para nabi.
Kata ulama berasal dari kata "'alima-ya'lamu-'ilman-fahuwa 'aalimun." Artinya orang yang berilmu, para pakar, atau para ahli.
Ulama itu dituntut untuk menyelesaikan berbagai macam masalah yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Oleh karena luasnya cangkupan yang harus diselesaikan oleh ulama ini maka harus dibagi-bagi.
Ada ulama pertanian, ulama peternakan, ulama sains dan teknologi, ulama handphone, ulama fiqih, ulama sastra, dan berbagai macam ulama lainnya.
Maka kalau kita teliti lebih jeli di al Quran akan kita temukan istilah-istilah ulil albab, ulil abshor, dan ulin nuha.
Ulil abshor ini adalah para cendikiawan atau ahli pikir lainnya.
Ulil albab misalnya MenDaGri (Menteri dalam Negeri).
Ulin nuha adalah penjaga keamanan stabilitas sebuah organisasi, lembaga, atau negara seperti Polisi atau TNI.
Tugas ulama itu bukan amar ma'ruf nahyil mungkar. Tugas ulama itu dakwah khoer nahyil mungkar. Mengajak kepada kebaikan khoer dan mencegah kepada kemungkaran.
Misalnya mengapa jalan raya di Puncak Bogor suatu saat macet dan suatu saat lancar? Mengapa bisa terjadi wabah ulat bulu di negara kita ini?
Mengapa musim saat ini kok berubah-ubah? Mengapa bisa terjadi pemanasan global? Apakah hukum fb-an itu? Haram? Halal? Mubah? Sunah? Makruh? Atau wajib?
Nah itu semua adalah sebagian contoh dari berbagai macam masalah atau problema yang saat ini dihadapi oleh masyarakat kita. Tugas ulamalah untuk mencari solusi dan alternatifnya untuk kemudian disampaikan kepada umara.
Kemudian umara mengeluarkan perintah berdasarkan saran-saran dan masukan ulama, para ahli, atau para menterinya.
Istilah-istilah seperti ulil amri, ulil albab, ulil abshor, dan ulin nuha apakah semua itu sudah sampai pada kita semua pengertiannya?
Kalau belum, emang sudah berapa abad Islam di Indonesia ini? Kok bisa belum sampai semua pengertian itu? Jadi menafsirkan al Quran itu adalah sebuah kegiatan yang mengairahkan. Karena ia tidak terbatas oleh batasan umur atau bangku sekolah. Baik sekolah/universitas yang formal atau yang non formal.
Semoga dengan adanya pemahaman ini kita semua menjadi merasa memiliki kewajiban untuk meneruskan tugas para rosul atau nabi apapun pekerjaan, profesi, atau kegiatan yang tengah kita geluti saat ini.
Kedua, semoga, dengan pemahaman ini pula, umaro dan ulama kita bisa bersinergi dan bekerja sama sehingga kita sebagai umat ataupun masyarakat menjadi sejahtera, merasa aman dalam bekerja dan menjalankan ibadah.
Para Pewaris Rosul dan Nabi
Oleh: Mohamad Istihori
(Sumber: Emha Ainun Nadjib)
Allah itu selain mengutus nabi juga mengutus rosul bagi kehidupan manusia di dunia. Nabi dan rosul ini masing-masing memiliki kewajiban untuk menyampaikan kebenaran baik untuk dirinya pribadi atau pun bagi umatnya.
Setelah Rosulullah Muhammad Saw diutus maka tidak ada lagi Nabi dan Rosul. Maka Muhammad Saw mendapat julukan khootamun nabiyyiin (penutup para Nabi).
Kalau kita mengikuti pengertian baku selama ini Rosul itu adalah seseorang yang diberi wahyu atau kitab dan ia wajib menyampaikannya kepada umatnya. Sedangkan Nabi adalah seseorang yang diberi wahyu atau kitab tapi ia tidak wajib menyampaikannya kepada umatnya.
Semua pengertian di atas tidaklah salah. Namun kita bisa mengembangkan pengertian Rosul dan Nabi dengan tetap mempelajari isyarat-isyarat Allah melalui firman-firman-Nya.
Pertama rosul. Allah berfirman, "Athiiul laaha wa athiiur rosuula wa uulil amri mingkum." Taatlah kamu sekalian kepada Allah, taat kepada Rosul, dan kepada para pemimpin di antara kalian.
Jadi ada garis antara Allah, Rosul, kemudian ulil amri. Ulil amri ini adalah pemerintah (umara) dari tingkat RT sampai Presiden.
Pada ayat di atas dengan sangat tegas dijelaskan taat kepada Allah dan Rosul-Nya itu bersifat mutlak karena pada ayatnya athiiul llah wa athiiur rosul. Memakai athiiuu.
Sedangkan taat kepada umara atau pemerintah tidaklah mutlak karena pada ayatnya tidak memakai athiiuu tapi langsung wa uulil amri mingkum.
Kemudian ulil amri itu terdapat kata amri atau amr yang artinya perintah. Maka tugas ulil amri itu adalah memberi perintah atas kebaikan. Kebaikan yang sudah diperintahkan itu namanya ma'ruuf. Ya'muruuna bil ma'ruuf.
Jadi, sekali lagi tugas pemerintah itu memberi perintah kebaikan plus mencegah kemungkaran atau amar ma'ruuf nahyil mungkar.
Jadi kalau kita sekarang ini berada dalam garis tugas pemerintahan berkatanya, "Saya perintahkan kepada Kapolri." Bukan, "Saya menghimbau. Saya menyarankan. Saya ajak."
Kedua, nabi. Kalau nabi pewarisnya adalah ulama. Sebagaimana sabda Rosulullah Saw, "Al ulamaau waroostatul ambiyaai." Ulama itu adalah pewaris para nabi.
Kata ulama berasal dari kata "'alima-ya'lamu-'ilman-fahuwa 'aalimun." Artinya orang yang berilmu, para pakar, atau para ahli.
Ulama itu dituntut untuk menyelesaikan berbagai macam masalah yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Oleh karena luasnya cangkupan yang harus diselesaikan oleh ulama ini maka harus dibagi-bagi.
Ada ulama pertanian, ulama peternakan, ulama sains dan teknologi, ulama handphone, ulama fiqih, ulama sastra, dan berbagai macam ulama lainnya.
Maka kalau kita teliti lebih jeli di al Quran akan kita temukan istilah-istilah ulil albab, ulil abshor, dan ulin nuha.
Ulil abshor ini adalah para cendikiawan atau ahli pikir lainnya.
Ulil albab misalnya MenDaGri (Menteri dalam Negeri).
Ulin nuha adalah penjaga keamanan stabilitas sebuah organisasi, lembaga, atau negara seperti Polisi atau TNI.
Tugas ulama itu bukan amar ma'ruf nahyil mungkar. Tugas ulama itu dakwah khoer nahyil mungkar. Mengajak kepada kebaikan khoer dan mencegah kepada kemungkaran.
Misalnya mengapa jalan raya di Puncak Bogor suatu saat macet dan suatu saat lancar? Mengapa bisa terjadi wabah ulat bulu di negara kita ini?
Mengapa musim saat ini kok berubah-ubah? Mengapa bisa terjadi pemanasan global? Apakah hukum fb-an itu? Haram? Halal? Mubah? Sunah? Makruh? Atau wajib?
Nah itu semua adalah sebagian contoh dari berbagai macam masalah atau problema yang saat ini dihadapi oleh masyarakat kita. Tugas ulamalah untuk mencari solusi dan alternatifnya untuk kemudian disampaikan kepada umara.
Kemudian umara mengeluarkan perintah berdasarkan saran-saran dan masukan ulama, para ahli, atau para menterinya.
Istilah-istilah seperti ulil amri, ulil albab, ulil abshor, dan ulin nuha apakah semua itu sudah sampai pada kita semua pengertiannya?
Kalau belum, emang sudah berapa abad Islam di Indonesia ini? Kok bisa belum sampai semua pengertian itu? Jadi menafsirkan al Quran itu adalah sebuah kegiatan yang mengairahkan. Karena ia tidak terbatas oleh batasan umur atau bangku sekolah. Baik sekolah/universitas yang formal atau yang non formal.
Semoga dengan adanya pemahaman ini kita semua menjadi merasa memiliki kewajiban untuk meneruskan tugas para rosul atau nabi apapun pekerjaan, profesi, atau kegiatan yang tengah kita geluti saat ini.
Kedua, semoga, dengan pemahaman ini pula, umaro dan ulama kita bisa bersinergi dan bekerja sama sehingga kita sebagai umat ataupun masyarakat menjadi sejahtera, merasa aman dalam bekerja dan menjalankan ibadah.
Muhadhoroh
Sabtu, 14 Mei 2011
Muhadhoroh
Oleh: Mohamad Istihori
Jangan sampai muhadhoroh ini menjadi beban. Tapi jadikanlah muhadhoroh ini sebagai tantangan yang harus kita jalani sebagai sebuah usaha untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan kita.
Jadi orang yang sukses itu adalah orang yang menjadikan muhadhoroh sebagai tantangan bukan beban apalagi rintangan.
Jadi jangan merasa, "Aduh muhadhoroh lagi muhadhoroh lagi." Enjoy aja iya. Nikmati aja muhadhoroh ini karena di dalamnya kita tidak dibatasi dan sama sekali tidak terikat oleh materi atau tema tertentu.
Teman-teman dibebaskan untuk saling berbagi cerita sebagaimana kita ngobrol sambil ngopi di depan Madani atau di ruang nonton TV.
Sebagaimana Syahrul sendiri bilang, "Sesungguhnya cobaan itu hanya sementara. Dan, kalau kita mau bersabar maka setalah satu cobaan niscaya kita akan mendapat beribu-ribu kenikmatan."
Selamat bermuhadhoroh di malam Minggu wahai sahabat-sahabat Madani.
Muhadhoroh
Oleh: Mohamad Istihori
Jangan sampai muhadhoroh ini menjadi beban. Tapi jadikanlah muhadhoroh ini sebagai tantangan yang harus kita jalani sebagai sebuah usaha untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan kita.
Jadi orang yang sukses itu adalah orang yang menjadikan muhadhoroh sebagai tantangan bukan beban apalagi rintangan.
Jadi jangan merasa, "Aduh muhadhoroh lagi muhadhoroh lagi." Enjoy aja iya. Nikmati aja muhadhoroh ini karena di dalamnya kita tidak dibatasi dan sama sekali tidak terikat oleh materi atau tema tertentu.
Teman-teman dibebaskan untuk saling berbagi cerita sebagaimana kita ngobrol sambil ngopi di depan Madani atau di ruang nonton TV.
Sebagaimana Syahrul sendiri bilang, "Sesungguhnya cobaan itu hanya sementara. Dan, kalau kita mau bersabar maka setalah satu cobaan niscaya kita akan mendapat beribu-ribu kenikmatan."
Selamat bermuhadhoroh di malam Minggu wahai sahabat-sahabat Madani.
Kembali Belajar Berkata-kata
Sabtu, 15 Mei 2011
Kembali Belajar Berkata-kata
Oleh: Mohamad Istihori
Tidak semua orang mampu mengontrol dengan baik kata-kata yang ia keluarkan dari mulutnya. Tidak semua dari kita antara sistem syaraf di otaknya memiliki persesuaian dengan kata-kata yang ia ucapkan. Demikian ujar EAN dalam salah satu tausyiahnya.
Oleh karena itu, pertama, biar bagaimanapun kita harus memberikan ruang dan waktu untuk siapa saja berbicara pada forum Muhadhoroh ini.
Sebagai sesama sahabat dan karena kita juga di sini sebagai sebuah keluarga Madani maka kita harus berjiwa besar dan berlapang dada untuk mendengarkan segala apa yang disampaikan oleh teman-teman kita nanti.
Kedua, karena itu tadi, tidak semua orang bersesuaian antara apa yang ia pikirkan dengan apa yang ia ucapkan maka kita butuh latihan. Karena seperti pemain bola yang hebat itu bukan pemain yang terlatih melainkan pemain yang tidak pernah lelah berlatih.
Kita bermuhadhoroh ria tiap malam minggu di Madani ini di antara maksudnya bagi saya adalah agar kita benar-benar mampu mengontrol setiap kata sebelum ia "dilahirkan" oleh mulut kita.
Hal ini besar kemungkinan tercapai karena dalam muhadhoroh kita belajar berkata-kata secara tertata dan tersusun rapih terutama dan tentu saja untuk menguji seberapa interaktifkah kita dalam mengkonsumsikan pemikiran, ide, gagasan, atau cerita yang sedang kita sampaikan?
Kembali Belajar Berkata-kata
Oleh: Mohamad Istihori
Tidak semua orang mampu mengontrol dengan baik kata-kata yang ia keluarkan dari mulutnya. Tidak semua dari kita antara sistem syaraf di otaknya memiliki persesuaian dengan kata-kata yang ia ucapkan. Demikian ujar EAN dalam salah satu tausyiahnya.
Oleh karena itu, pertama, biar bagaimanapun kita harus memberikan ruang dan waktu untuk siapa saja berbicara pada forum Muhadhoroh ini.
Sebagai sesama sahabat dan karena kita juga di sini sebagai sebuah keluarga Madani maka kita harus berjiwa besar dan berlapang dada untuk mendengarkan segala apa yang disampaikan oleh teman-teman kita nanti.
Kedua, karena itu tadi, tidak semua orang bersesuaian antara apa yang ia pikirkan dengan apa yang ia ucapkan maka kita butuh latihan. Karena seperti pemain bola yang hebat itu bukan pemain yang terlatih melainkan pemain yang tidak pernah lelah berlatih.
Kita bermuhadhoroh ria tiap malam minggu di Madani ini di antara maksudnya bagi saya adalah agar kita benar-benar mampu mengontrol setiap kata sebelum ia "dilahirkan" oleh mulut kita.
Hal ini besar kemungkinan tercapai karena dalam muhadhoroh kita belajar berkata-kata secara tertata dan tersusun rapih terutama dan tentu saja untuk menguji seberapa interaktifkah kita dalam mengkonsumsikan pemikiran, ide, gagasan, atau cerita yang sedang kita sampaikan?
Langganan:
Postingan (Atom)