Kamis, 07 Mei 2009

Langkah-langkah Hikmah

Selasa, 050506

Langkah-langkah Hikmah

Oleh: Mohamad Istihori

"Yaa ayyuhal ladziina aamanut taqullaha wal tandzur nafsum maa qoddamat lighodd."

"Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kamu sekalian kepada Allah dan telaah-lah masa lalumu untuk masa depan."

Kita tidak boleh terpuruk oleh kenangan masa lalu yang membuat kita sedih. Tapi kita juga tidak boleh melewatkan dan melupakan masa lalu kita begitu saja.

Yang harus kita lakukan terhadap masa lalu adalah "wal tandzur nafsum maa qoddamat lighodd." "Dan, telaah, teliti, pelajari, amati, serta ambillah hikmahnya olehmu segala peristiwa masa lalumu untuk menapaki masa depan yang lebih cerah."

Namun tidak semua orang mampu menghikmahi masa lalunya. Karena ada level-level atau tahapan-tahapan yang harus ditempun oleh "nafsun" (seseorang) sebelum dia bisa "tandzur maa qoddamat lighodd" (menghikmahi masa lalu).

Apa sajakah langkah-langkahnya?

Pertama tentu saja kita harus Islam. Suatu metode pemasrahan diri seutuhnya kepada Allah.

Namun kita juga tidak boleh stop sampai pada tahap Islam dengan berpasrah-pasrah ria di hadapan Allah.

Maka langkah kedua adalah Iman. Dan, manusia tidak akan bertambah keyakinannya, kepercayaannya, atau imannya kecuali bertambah pula ilmunya (pengetahuan menyeluruh terhadap pihak yang ia percayai atau imani).

Maka pantaslah yang dipanggil di sini adalah orang yang beriman, "Yaa ayyuhal ladziina aamanuu.." bukan "Yaa ayyuhal ladziina aslamuu.."

Kalau orang sudah Islam, lalu iman maka tahap yang harus ia masuki adalah tahap ketiga yaitu takwa, "Ittaqullaaha."

Kalau orang sudah Islam, iman, dan bertakwa barulah ia memilki potensi untuk "wal tandzur nafsum maa qoddamat lighodd." "Meraih hikmah dari peristiwa yang telah lalu.

Rabu, 06 Mei 2009

Pengkotak-kotakkan Ilmu

Rabu, 060509

Pengkotak-kotakkan Ilmu

Oleh: Mohamad Istihori

Tertinggalnya umat Islam dari umat lain dalam berbagai bidang saat ini adalah dikarenakan masih banyak penafsiran al Quran dan al Hadits yang membeda-bedakan dan mengkotak-kotakkan antara ilmu agama dengan ilmu yang dianggap non agama.

Pemegang teguh penafsiran seperti ini menganggap bahwa yang wajib dipelajari setiap umat Islam hanya ilmu agama yang membahas: tentang Allah, iman, Islam, Rosul, hari akhir, dan ilmu tentang pelaksanaan ibadah-ibadah formal lainnya.

Sehingga kalau di antara mereka ada yang memiliki minat tentang ilmu non agama seperti ilmu budaya atau ilmu service HP, karena mereka menganggap mempelajari ilmu-ilmu tersebut tidak wajib maka minat pun berkurang sedikit demi sedikit sampai hilanglah minat mereka terhadap ilmu budaya atau ilmu service HP.

Padahal tidak ada satu pun di alam semesta ini yang bukan ciptaan Allah. Maka setiap orang pasti bisa menemukan Allah dari sudut ilmu mana pun yang ia minati.

Asalkan ia mau jujur, objektif, dan setia terhadap nilai-nilai kebenaran yang ada pada ilmu yang ia minati tersebut.

Apapun ilmu yang kita pelajari, kita pasti akan menemukan Allah. Kecuali kalau kita menyelewengkan, mempolitisir, dan menyimpangkan nilai kebenaran ilmu tersebut demi memperoleh keuntungan pribadi.

Ilmu fisika yang jujur akan mengantarkan seseorang bertemu Allah. Demikian juga semua ilmu begitu rumusnya.

Malah ilmu yang kita anggap ilmu agama, ilmu tafsir contohnya. Kalau kita tidak jujur dengan diri sendiri bisa saja malah ilmu tafsir itu kita gunakan untuk kepentingan sendiri, kelompok, atau golongan tertentu. Demi untuk pemenangan Pemilu 2009 ini misalnya. Hal itu malah akan membuat kita menjadi jauh dari Allah.

Jadi sekarang bukan lagi saatnya mengkotak-kotakkan ilmu. Karena itu hanya menjadikan kita semakin tertinggal serta bodoh. Dan, memang itulah yang diharapkan oleh orang-orang yang memang sangat tidak senang kalau umat Islam maju di segala bidang ilmu pengetahuan.

Iya ilmu-ilmu fiqih formal memang wajib kita pelajari dan amalkan. Tetapi bukan berarti kita menomorduakan ilmu umum yang kita butuhkan dalam kehidupan.

Keduanya harus besinergi dan saling melengkapi menuju ridho Illahi. Inilah sebenarnya tantangan kita untuk melakukannya.

Selasa, 05 Mei 2009

"Kaburo Maqtan"

Selasa, 050509

"Kaburo Maqtan"

Oleh: Mohamad Istihori

Ada orang yang kadang hebat di luar rumah, ceramah/ngajar sana-sini, diundang dalam berbagai macam acara keagamaan, sosial, budaya, atau kemanusiaan.

Tapi justru ketika ia berada di rumah ia menjadi orang yang pertama melanggar apa-apa yang ia koar-koarkan di luar rumah.

Ia "meneriakkan" kehidupan yang demokratis dalam setiap ceramah. Tapi di rumah ia sendiri malah adalah sosok yang sangat otoriter terhadap seluruh anggota keluarga.

Kita berpidato dengan lantangnya tentang pentingnya sholat berjama'ah. Eh tapi ketika ada di rumah kita sholatnya malah sendiri melulu, telat, bahkan kadang ninggalin sholat ("na'udzubillahi min dzalik").

Senin, 04 Mei 2009

Haji Nisab, Nasab, dan Nasib

Selasa, 050509

Haji Nisab, Nasab, dan Nasib

Oleh: Mohamad Istihori

Siapa sih orang Islam yang nggak mau naik haji. Semua juga mau kali. Ada tiga macam sebab orang bisa naik haji. Demikian di bawah inilah paparannya.

Pertama ada yang disebut haji nisab. Haji nisab adalah haji karena harta, materi, atau kekayaan seseorang tersebut telah "mencapai nisab".

Udah punya ongkos untuk naik haji. Jadi dia harus segera menunaikan haji karena kekayaannya sudah cukup untuk ongkos naik haji.

Kedua, haji nasab adalah orang yang pergi haji karena keturunan. Bisa karena orang tuanya adalah orang yang selama ini menetap atau tinggal di sekitar Mekkah al Mukarromah. Sehingga untuk menunaikan haji dia tidak perlu punya banyak uang untuk ongkos naik haji.

Atau bisa juga karena nasab atau keturunan orang kaya. Jadi untuk pergi haji dia nggak perlu repot-repot ngumpulin duit. Dia tinggal minta ke orang tua atau suami/istrinya yang kaya raya untuk ngongkosin dia naik haji.

Ketiga, haji nasib. Iya haji jenis ini bukan naik haji karena uangnya banyak. Bukan juga karena keturunan orang kaya. Tapi dengan keyakinan yang ia miliki meski gaji bulanannya kalau dihitung-hitung secara matematis nggak bakal cukup untuk ongkos naik haji.

Dan, dia juga bukan anak orang kaya. Dia naik haji hanya berdasarkan keyakinan bahwa kalau kita mau jadi orang bertakwa dan benar-benar memasrahkan segala urusan maka dia akan ditawari oleh Allah rejeki yang datangnya "min haitsu laa yahtasib." Suatu metode limpahan rejeki yang datangnya 'unpredictible', nggak disangka-sangka, dan nggak diduga-duga.

Pokoknya rejeki datang begitu saja. Di usaha dan bekerja keras melalui metode A misalnya. Tapi karena usaha dan kerjanya benar-benar mengharapkan ridho Allah maka ia diberi rejeki dari metode B.

Suatu metode atau jalan yang selama ini tidak ia geluti, pahami, dan kerjakan. Iya kalau Allah punya kehendak siapa sih yang bisa nolak?

Tiga Jenis Panggilan

Selasa, 050509

Tiga Jenis Panggilan

Oleh: Mohamad Istihori

Ada tiga jenis panggilan yang hakikatnya oleh Allah namun secara syari'at dilakukan oleh pihak tertentu yang diamanatinya.

Pertama panggilan sholat oleh mu'adzin (orang yang adzan). Setiap mukmin pasti akan terpanggil jiwanya ketika mendengarkan adzan. Kecuali jika imannya sedang turun, jiwanya ngedrop, dan malas telah merajai seganap dirinya.

Kedua panggilan haji oleh Nabi Ibrahim. Nanti pada tulisan berikut saya akan memaparkan tiga jenis haji (Haji Nisab, Nasab, dan Nasib).

Ketiga panggilan mati oleh malaikat Izrail (malaikat maut). Kalau panggilan sholat atau haji kita mungkin bisa mengelak, masih bisa sembunyi. Tapi kalau sudah dipanggil oleh kematian siapa pun orangnya nggak akan bisa menghindar.

Orang yang selalu mengelak ketika dipanggil untuk sholat dan haji biasanya ketika dipanggil oleh kematian dia tidak akan rela. "Iya kalau bisa jangan sekarang kek. Masih banyak ini-itu yang belum saya lakukan."

Matinya tidak pasrah sebagaimana yang difirmankan Allah: "Wa laa tamuutunna illa wa antum muslimuun." "Dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan memasrahkan diri."

Cape Hati Sampai Mati

Ahad, 030509

Cape Hati Sampai Mati

Oleh: Mohamad Istihori

Hati manusia tidak pernah berdusta, ia sangat jujur dan amat apa adanya. Tidak mungkin kan hati memerintahkan kita untuk melakukan dosa, fitnah, selingkuh, mabuk, judi, membunuh, atau perilaku menyimpang lainnya?

Jangan sekali-kali kau bohongi hatimu sendiri. Karena kau akan menyesal seumur hidup. Kalau hati kita kekang, penjara, atau pasung maka ia akan teriak dan meronta-ronta membuat jiwa sengsara dan merana.

Lebih baik manakah, badan capek, terasa ngilu, dan pegal-pegal karena berjuang membela keyakinan hati kita atau kita biarkan hati kita yang tersiksa dan merana hanya karena mengejar kebutuhan badan, fisik, atau materi?

Bolehlah para pejuang itu dipenjara fisiknya, bahkan disiksa, kuku mereka dicabuti, bahkan sampai ada yang dibunuh dengan cara-cara yang sangat tidak manusiawi. Namun mereka merasa bahagia dan lapang dada menerima semua siksa badaniah tersebut.

Loh kok bisa?

Iya bisa lah! Karena itu semua mereka lakukan dan terima sebagai sebuah konsekuensi untuk memenuhi panggilan hatinya.

Sangat berbeda tentunya dengan manusia atau kita zaman sekarang. Kita merasa "fine-fine" saja dan rela batin merasa tersiksa atau hati terpenjara hanya karena tidak mampu benar-benar mendengar panggilan hati.

Hati kita mungkin berkata, "Ya fulan ta'al! Ya fulan ta'al! Hai fulan ke sini! Hai Mr. X kemari!" Hati memanggil-manggil kita dengan mesra. Namun panggilannya kita acuhkan demi mengejar prestasi-prestasi duniawi yang kita mimpi-mimpikan selama ini: entah itu rumah, mobil, harta yang berlimpah, uang yang numpuk di mana-mana, atau perhiasan yang berkilauan menyilaukan mata.

Allah berfirman: "Alaa bidzikrillahi tathmainnul quluub." "Ketahuilah hanya dengan 'dzikrullah'-lah hatimu akan tenang."

Apa yang dimaksud dengan "dzikrullah"?

"Dzikrullah" bisa kita tafsirkan: menyebut atau menyatakan "asmaullah" (nama-nama Allah) secara berulang-ulang.

Mengapa harus berulang-ulang?

Tidak lain dan tidak bukan adalah agar "asma Allah" yang berjumlah 99 tersebut benar-benar terhujam dan tertanam dalam hati kita. Artinya hanya dengan menanamkan "asmaul husna"-lah hati kita akan tenang.

Apakah menyebut di sini hanya sekedar menyebut? Cuma sekedar berkata-kata?

Tidak! Rendra berkata: "Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata."

Maukah hati kita tenang? Maka laksanakan dan perjuangkanlah segala apa yang benar-benar menjadi panggilan hati kita.

Apapun pekerjaan kita, mau jadi tukang ojek, ustadz, polisi, PNS, atau presiden kalau itu kita perjuangkan sebagai sebuah panggilan hati maka permasalahan, problem, tantangan, dan kendala apapun yang kita hadapi tak kan surut melangkah ke belakang.

Tapi kalau kita bekerja semata-mata profesi bukan bekerja karena panggilan hati, maka "mood" kerja kita sangat tergantung gaji. Kalau digaji besar kita semangat, kalau gaji turun merosot pulalah kinerja kita.

Yang paling sengsara hatinya adalah orang yang bekerja bukan karena panggilan hati, bukan karena profesi (gaji) tapi bekerja karena terpaksa.

Yang namanya hati, baik itu kerja, menikah, dan sekolah atau kuliah kalau semua hal tersebut kita lakukan dengan terpaksa dan bertentangan dengan hati, itu sama saja menyiksa hati dan perasaan.

Sayangnya kita belum sungguh-sungguh untuk menumbuhkan minat melatih dan mengasah perasaan dan terus-menerus belajar menajamkan telinga batin untuk mendengarkan suara hati.

Kita begitu meremehkan segala sesuatu sehingga tidak mampu berempati dengan diri sendiri. Kalau terhadap diri sendiri saja kita tidak mampu berempati maka jangan harap kita memiliki hati lembut, sensitif, dan peka terhadap bagaimana perasaan orang lain.

Karena sebenarnya apa yang hati kita rasakan juga dirasakan oleh hati orang lain. Kalau kita nggak mau dibohongin, orang lain juga sama nggak mau dibohongin. Kalau kita nggak mau didustain, iya orang lain juga nggak mau lah didustain. Apalagi diduain.

Begitu seringnya kita bohongi diri sendiri sehingga hati kita tidak lagi memiliki sensitifitas. Maka ketika kita membohongi orang lain kita anggap itu merupakan suatu kewajaran, bukan merupakan suatu perbuatan dosa.

Satu kebohongan akan melahirkan kebohongan demi kebohongan yang lain. Berbohong merupakan salah satu penyebab hati kita tidak tenang dan membuat hidup grasak-grusuk.

Kalau bohong sudah berurat, berakar, dan mendarah daging maka hati kita tersiksa, merana, dan terus kecapean sampai ajal menjemput.

Jumat, 01 Mei 2009

Siapa Tuhan, Siapa Hamba Sih?

Sabtu, 0200509

Siapa Tuhan, Siapa Hamba Sih?

Oleh: Mohamad Istihori

Sebenarnya siapa yang Tuhan dan siapa yang hamba sih? Kita tentu menjawab penuh dengan keyakinan bahwa yang Tuhan adalah Allah. Sedangkan yang hamba adalah manusia.

Nah, kalau memang demikian keyakinan kita maka pertanyaan selanjutnya adalah yang mesti mengikuti keinginan itu: Allah sebagai Tuhan mengikuti keinginan kita atau kita sebagai Hamba yang mengikuti keinginan Allah?

Tentunya kitalah sebagai hamba-Nya yang seharusnya mengikuti keinginan Allah. Jangan malah Allah kita paksa mengikuti keinginan kita.

Karena jelas rumusnya, barang kali yang kita sukai belum tentu baik menurut Allah dan mungkin saja yang kita benci itu justru yang baik menurut Allah.

Maka marilah kita terus belajar, belajar, dan belajar untuk memahami: sebenarnya apa sih yang Allah inginkan atas hidup kita di dunia ini?

Apa coba yang Allah inginkan atas hidup kita? Karena tentu saja yang Allah inginkan atas hidup saya itu berbeda dengan yang Allah inginkan atas hidup anda.

Dan, kalau kita memang benar-benar hamba, seorang pengabdi Allah maka kita akan selalu mengikuti keinginan Allah. Bukan kemauan kita, orang tua, atau siapa saja yang selain Allah.

Masalahnya sekarang kita tidak pernah menyisihkan waktu untuk membedakan mana keinginan Allah dan mana keinginan kita.

Kita sudah kehilangan semangat untuk belajar mengenai hal itu. Kita sudah sangat merasa nyaman dengan hidup yang serba instan.

Pokoknya yang penting kita senang, kita kaya, punya banyak harta, terkenal, punya rumah, kendaraan mewah, dan atribut-atribut keduniaan lain tanpa merasa perlu untuk meneliti apakah semua prestasi yang kita dapat atas perkenan Sang Maha Pemilik Segalanya itu semua atau tidak.