KJD, Ahad, 03 Januari 2010
Poin-poin "Kembali Membumi" Bagian II
Oleh: Mohamad Istihori
...Tapi hal itu cuma sekedar teori yang tidak membumi.
- Hidup itu memang berat maka ia harus diperjuangkan dengan penuh keseriusan. Dan, perjuangan itu membutuhkan pengorbanan. Maka berkorbanlah. Tapi ingat jangan malah jadi korban.
Dan, ketahuilah bahwa pengorbanan itu akan terasa ringan kalau kita selalu bersama Allah.
- Dua Tipe Pendidikan
Dalam metode pendidikan terdapat dua tipe. Tipe pertama adalah tipe gentong. Dan, kedua adalah pendidikan tipe ceret.
Apa itu yang dimaksud dengan pendidikan tipe gentong? Pendidikan tipe gentong adalah tipe pendidikan di mana murid (orang yang memiliki kehendak) datang ke rumah gurunya.
Hal ini terjadi terutama ketika zaman peradaban dunia pendidikan Islam mengalami kemajuan.
Kalau seseorang hendak menguasai ilmu Fiqih misalnya. Maka dalam pendidikan tipe gentong, seseorang mendatangi guru yang memang mumpuni di bidang Fiqih.
Kemudian ketika ia sampai di rumah sang guru, maka sang guru bertanya kepadanya, "Apakah kamu sanggup belajar Fiqih di sini selama minimal dua tahun?
Nanti setelah kamu saya nilai cukup kamu boleh pergi untuk mencari guru lain yang menguasai ilmu yang sesuai dengan kehendakmu ingin menguasai ilmu apa lagi setelah ini?"
Kalau si murid menyatakan sanggup maka proses belajar mengajar pun di mulai.
Kemudian ketika orang-orang Barat masih berada di zaman kegelapan atau kebodohan, mereka mengirim utusan-utusan mereka untuk belajar ilmu dan pengetahuan kepada orang-orang Islam.
Setelah orang-orang Barat ini belajar dari dunia Islam yang sedang dalam era kemajuan ilmu pengetahuan yang sangat pesat ketika itu, mereka pun kembali ke negara mereka masing-masing dan memberikan ilmu yang mereka dapat dari dunia Islam dengan menggunakan tipe pendidikan ceret.
Artinya mereka menuangkan ilmu kepada sesama mereka dalam suatu ruangan yang kini kita kenal dengan kelas.
Maka sangat aneh kalau sampai hari ini kita sebagai orang Islam yang dulu pernah ngajarin orang Barat tentang segala bidang ilmu pengetahuan malah tetap mempertahankan tipe pendidikan ceret bukan mengembangkan tipe pendidikan gentong sebagaimana yang digunakan generasi sebelum kita.
Tapi jangan sampai hal ini malah membuat kita menjadi benci sama yang namanya sekolah.
Kita harus tetap kembali ke sekolah. Tapi sekolah harus tetap terus-menerus bersedia untuk memperbaiki dirinya.
- Mesin Ilmu dan Gerobak Pengetahuan
Anak-anak kita sekarang yang diisi gerobak ilmunya doang. Tapi mesin ilmunya nggak dibenerin.
Emang apa sih bedanya ilmu sama pengetahuan? Ibarat sebuah gerobak, ilmu itu adalah mesin yang ada pada gerobak. Sedangkan muatan yang mengisi gerobak inilah yang disebut pengetahuan.
Selama inikan kita cuma disibukkan untuk mengisi gerobak dengan pengetahuan. Tapi kita tidak pernah memperbaiki atau memperbarui mesin gerobak berpikir kita yang bernama ilmu itu.
Maka jangan heran kalau terjadi kebobrokan, kebejatan mental, kesenjangan sosial, dan menyebarnya virus mematikan dan memalukan yang bernama korupsi di negeri ini.
Emangnya para pejabat kita yang duduk di Senayan sana kurang pengetahuan apa? Mereka pada kuliah bahkan ada yang S2, ada juga yang profesor, ada lagi yang pernah mengenyam pendidikan di luar negeri.
Jago ngaji, bisa Bahasa Arab, jago cas-cis-cus dengan Bahasa Inggris dan berbagai bahasa asing lainnya. Gelarnya bukan satu atau dua gelar yang mereka miliki. Di depan dan di belakang namanya berjejer gelar akademis.
Tapi mengapa masih aja pada korupsi? Masih ada aja yang memanipulasi UU dan peraturan yang sudah disepakati bersama hanya untuk mendapatkan keuntungan dan kekayaan pribadi dan keluarga besarnya?
Tapi mengapa ada yang sampai terlibat skandal seks dengan pelantunwati?
Ini karena mesin berpikir kita yang bernama ilmu tidak pernah kita perbarui dan tidak pernah kita perbaiki. Maka jadi begini hancurnya deh keadaan hidup bernegara kita.
- "Kamu mau bolos sekolah?" tanya seorang bapak kepada anaknya yang mau bolos.
"Iya pak." ujar sang anak.
"Silahkan kamu bolos tapi beri alasan kenapa kamu harus bolos."
Si anak "mati kutu". Ia tidak mampu memberikan argumentasi yang meyakinkan, sebagaimana lihainya beberapa saudara kita yang dipanggil Panitia Khusus Angket Bank Century.
Akhirnya ia pun tak pernah bolos sekolah lagi. Kecuali bapaknya tidak mengetahui.
Dasar anak malas. Dasar bocah yang sangat nggak tahu diri. Disuruh sekolah malah bolos melulu.
Emang dia nggak tahu apa, banyak banget saudara-saudara kita yang kurang beruntung yang pengen banget sekolah tapi sampai hari ini nggak kesampean karena dulu orang tuanya tidak mampu membiayai sekolahnya.
(6)
Pada suatu ketika seorang anak murid di suatu sekolah di daerah Papua bertanya kepada gurunya. Ia bertanya, "Bu kenapa kok matahari itu cuma ada satu?"
Bu guru yang tidak siap dengan pertanyaan muridnya itu menjawab sekenanya, "Kamu matahari satu aja udah hitam apalagi dua?"
(7)
Menjadi guru bagi kita apakah sebuah pilihan hidup atau pilihan pekerjaan?
Semestinya bagi setiap guru, menjadi guru merupakan sebuah pilihan hidup. Namun yang banyak terjadi saat ini justru, menjadi guru karena pilihan pekerjaan.
Artinya setelah kita mencari berbagai macam pekerjaan yang kita anggap memiliki penghasilan besar namun tak kunjung kita dapatkan akhirnya dengan sangat terpaksa kita menjadi guru karena memang tidak ada lagi pekerjaan lain selain menjadi guru.
Makanya jangan heran kalau sampai saat ini kualitas guru di Indonesia..
Senin, 18 Januari 2010
Poin-poin "Kembali Membumi"
KJD, Ahad, 03 Januari 2010
Poin-poin "Kembali Membumi"
Oleh: Mohamad Istihori
(1)
Dalam keintiman seluruh pakaian harus dilepaskan. (Kiai Budi)
Tolong jangan artikan ucapan ini secara makna konkretnya saja. Jangan hanya mengintip sehingga pikiran kita sempit. Keluarlah dari ruang bahasa formal di mana selama ini kita terkunci di dalamnya.
Secara luas jika sebuah hubungan silaturahmi hendak dijaga kualitas keintiman dan keakrabannya maka "seluruh pakaian" harus dilepaskan.
Baik pakaian gelar, jubah prestasi politik, selendang kebesaran, baju pangkat, kemeja promosi kenaikan jabatan, dan segala hal yang menutupi kemesraan hubungan silaturahmi.
Kalau dengan manusia saja kita harus "telanjang, setelanjang-telanjangnya", apalagi dengan Tuhan.
Jangan kau bawa pangkat, gelar, kecantikan, ketampanan, prestasi akademis, keturunan, dan hal-hal yang bersifat duniawi ke hadapan Tuhan. Karena hal percuma saja.
Lepas semua "pakaianmu" itu, maka kita akan merasakan bahwa sebenarnya Tuhan itu amat dekat dengan kita.
Ia ada dalam keseharian hidup kita. Kita saja yang kurang mengakrabi dan menyapa-Nya sehingga selama ini kita selalu merasa jauh dengan Tuhan.
Pakaian kebesaran keduniaan telah menghalangi keintiman, kemesraan, kedekatan, dan keakraban hubungan kita dengan Tuhan.
(2)
- Laki-Rabi (istri) --> Liqooi robbi.
Di antara sekian banyak jalan untuk bertemu dengan Tuhan (liqooi robbi) bagi seorang laki-laki adalah menyayangi dengan setulus hati "rabinya" (istrinya).
Pun begitu juga sebaliknya. Jika seorang wanita hendak bertemu Tuhannya cukup dengan mencintai suaminya sepenuh hati, apapun kekurangan dan kelemahan suaminya, itu bisa ia jadikan untuk bertemu dengan Tuhannya.
- Seluruh makhluk yang ada di alam ini adalah keluarga-Ku. Maka jangan sekali-kali kau menyakiti mereka. Karena jika kau menyakiti mereka, itu sama saja kau menyakiti Aku. Karena mereka juga adalah anggota keluarga-Ku.
Maka sesakit apapun hatimu oleh prilaku mereka yang tidak berkenan di hatimu, maafkanlah kesalahan mereka. Jadilah samudera cinta.
Dan, kesalahan mereka hanyalah setitik kotoran yang jatuh ke dalam samudera cintamu. Dan, ketahuilah bahwa setitik kotoran tidak akan mampu merubah kejernihan samudera cinta.
Belajarlah dari Muhammad. Ketika ia ke Thoif ia dilempari batu sehingga keningnya berdarah. Kotoran unta pun "mampir" ke wajahnya.
Tapi apakah ia marah? Apakah kemudian ia menerima tawaran Malaikat Jibril untuk membalikan tanah sehingga mereka mati semua?
Tidak. Tidak wahai saudara-saudaraku sesama anggota keluarga Tuhan. Muhammad tidak marah. Tidak ada setitik pun kebencian dalam samudera hatinya yang dipenuhi cinta.
Beliau justru berdo'a untuk mereka yang "menghadiahkan" beliau batu dan kotoran onta, "Allahummahdi qouumin fainnahum laa ya'lamuun."
"Ya Allah berikanlah kaumku itu petunjuk karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui betapa besar cintaku pada mereka."
Betapa luas hati Muhammad. Kalau memang mereka tetap kafir seperti itu, Muhammad berharap semoga anak-cucu mereka bisa mendapat petunjuk sehingga tidak lagi melakukan perbuatan yang menyakiti hati dan perasaan saudaranya sendiri.
(3)
Kalau engkau merasa benar sendiri, apakah itu bukan merupakan berhala yang abstraksi?
(4)
Sakinah, Mawaddah, dan Rohmah
Sering kita mendengar terutama setiap kali ada saudara kita yang menikah kata-kata sakinah, mawaddah, dan rohmah.
Apa sih sebenarnya maksud dari ketiga kata tersebut? Kita ini kan seringnya mendengar saja, tapi kurang memiliki kemauan untuk menggali sendiri secara lebih mendalam.
Ibarat bayi mah kita maunya disuapin terus. Males untuk nyendok nasi dan lauk-pauk sendiri dan sangat enggan untuk nyuapin sendiri.
Sakinah adalah cinta yang berhamburan dalam skala rumah tangga atau keluarga kecil di mana di sana terdapat suami, istri, dan anak.
Kalau kita berhasil menangkap cahaya cinta sakinah yang bertaburan di dalam rumah kita sendiri, maka kita akan bertemu cinta yang lebih luas yaitu cinta mawaddah.
Yaitu cinta dalam ruang lingkup lingkungan sekitar. Seperti RT, RW, kelurahan, atau kecamatan.
Sekarang bagaimana kita bisa jeli untuk menangkap dan mengerti apalagi menyebarkan cahaya cinta mawaddah kalau di rumah kita sendiri saja kita tidak mendapatkan cinta skala rumah tangga yaitu cinta sakinah?
Bagaimana di lingkungan tempat kita tinggal mau bertebaran cahaya cinta mawaddah kalau cahaya cinta sakinah saja tidak kita dapatkan di rumah kita sendiri?
Dan, lebih luas lagi adalah cinta rohmah. Adalah cinta yang bertebaran sealam semesta. Cinta tanpa batas. Cinta yang tidak bisa dibatasi ruang, waktu, dan segala perbedaan yang bisa kita temukan dalam kehidupan.
Makanya Islam itu dikenal dengan rahmatan lil'alamin. Artinya Islam merupakan agama yang menebarkan cahaya cinta rohmah kepada seluruh alam. Kepada siapa dan apa saja yang bertemu dan bersinggungan dengannya.
Sayangnya tidak semua orang Islam memahami hal ini. Sehingga ada beberapa golongan yang mengaku beragama Islam bukannya menebarkan cinta dan ketentraman bagi yang lain, malah menyebarkan keresahan dan menebar teror serta ketakutan di mana-mana.
Maka mari kita kembali membumi. Dalam konteks ini, kita benahi kembali keluarga kita. Agar keluarga menjadi awal tersebarnya cinta mawaddah di lingkungan sekitar.
Syukur-syukur bisa menyebar ke ruang lingkup yang lebih luas yaitu menjelma menjadi cinta rohmah.
Amin.
(5)
- Bicara Tentang Pendidikan
- Mereka berdebat tentang teori-teori pendidikan dan hal-hal lain yang berkaitan dengan dunia pendidikan
Poin-poin "Kembali Membumi"
Oleh: Mohamad Istihori
(1)
Dalam keintiman seluruh pakaian harus dilepaskan. (Kiai Budi)
Tolong jangan artikan ucapan ini secara makna konkretnya saja. Jangan hanya mengintip sehingga pikiran kita sempit. Keluarlah dari ruang bahasa formal di mana selama ini kita terkunci di dalamnya.
Secara luas jika sebuah hubungan silaturahmi hendak dijaga kualitas keintiman dan keakrabannya maka "seluruh pakaian" harus dilepaskan.
Baik pakaian gelar, jubah prestasi politik, selendang kebesaran, baju pangkat, kemeja promosi kenaikan jabatan, dan segala hal yang menutupi kemesraan hubungan silaturahmi.
Kalau dengan manusia saja kita harus "telanjang, setelanjang-telanjangnya", apalagi dengan Tuhan.
Jangan kau bawa pangkat, gelar, kecantikan, ketampanan, prestasi akademis, keturunan, dan hal-hal yang bersifat duniawi ke hadapan Tuhan. Karena hal percuma saja.
Lepas semua "pakaianmu" itu, maka kita akan merasakan bahwa sebenarnya Tuhan itu amat dekat dengan kita.
Ia ada dalam keseharian hidup kita. Kita saja yang kurang mengakrabi dan menyapa-Nya sehingga selama ini kita selalu merasa jauh dengan Tuhan.
Pakaian kebesaran keduniaan telah menghalangi keintiman, kemesraan, kedekatan, dan keakraban hubungan kita dengan Tuhan.
(2)
- Laki-Rabi (istri) --> Liqooi robbi.
Di antara sekian banyak jalan untuk bertemu dengan Tuhan (liqooi robbi) bagi seorang laki-laki adalah menyayangi dengan setulus hati "rabinya" (istrinya).
Pun begitu juga sebaliknya. Jika seorang wanita hendak bertemu Tuhannya cukup dengan mencintai suaminya sepenuh hati, apapun kekurangan dan kelemahan suaminya, itu bisa ia jadikan untuk bertemu dengan Tuhannya.
- Seluruh makhluk yang ada di alam ini adalah keluarga-Ku. Maka jangan sekali-kali kau menyakiti mereka. Karena jika kau menyakiti mereka, itu sama saja kau menyakiti Aku. Karena mereka juga adalah anggota keluarga-Ku.
Maka sesakit apapun hatimu oleh prilaku mereka yang tidak berkenan di hatimu, maafkanlah kesalahan mereka. Jadilah samudera cinta.
Dan, kesalahan mereka hanyalah setitik kotoran yang jatuh ke dalam samudera cintamu. Dan, ketahuilah bahwa setitik kotoran tidak akan mampu merubah kejernihan samudera cinta.
Belajarlah dari Muhammad. Ketika ia ke Thoif ia dilempari batu sehingga keningnya berdarah. Kotoran unta pun "mampir" ke wajahnya.
Tapi apakah ia marah? Apakah kemudian ia menerima tawaran Malaikat Jibril untuk membalikan tanah sehingga mereka mati semua?
Tidak. Tidak wahai saudara-saudaraku sesama anggota keluarga Tuhan. Muhammad tidak marah. Tidak ada setitik pun kebencian dalam samudera hatinya yang dipenuhi cinta.
Beliau justru berdo'a untuk mereka yang "menghadiahkan" beliau batu dan kotoran onta, "Allahummahdi qouumin fainnahum laa ya'lamuun."
"Ya Allah berikanlah kaumku itu petunjuk karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui betapa besar cintaku pada mereka."
Betapa luas hati Muhammad. Kalau memang mereka tetap kafir seperti itu, Muhammad berharap semoga anak-cucu mereka bisa mendapat petunjuk sehingga tidak lagi melakukan perbuatan yang menyakiti hati dan perasaan saudaranya sendiri.
(3)
Kalau engkau merasa benar sendiri, apakah itu bukan merupakan berhala yang abstraksi?
(4)
Sakinah, Mawaddah, dan Rohmah
Sering kita mendengar terutama setiap kali ada saudara kita yang menikah kata-kata sakinah, mawaddah, dan rohmah.
Apa sih sebenarnya maksud dari ketiga kata tersebut? Kita ini kan seringnya mendengar saja, tapi kurang memiliki kemauan untuk menggali sendiri secara lebih mendalam.
Ibarat bayi mah kita maunya disuapin terus. Males untuk nyendok nasi dan lauk-pauk sendiri dan sangat enggan untuk nyuapin sendiri.
Sakinah adalah cinta yang berhamburan dalam skala rumah tangga atau keluarga kecil di mana di sana terdapat suami, istri, dan anak.
Kalau kita berhasil menangkap cahaya cinta sakinah yang bertaburan di dalam rumah kita sendiri, maka kita akan bertemu cinta yang lebih luas yaitu cinta mawaddah.
Yaitu cinta dalam ruang lingkup lingkungan sekitar. Seperti RT, RW, kelurahan, atau kecamatan.
Sekarang bagaimana kita bisa jeli untuk menangkap dan mengerti apalagi menyebarkan cahaya cinta mawaddah kalau di rumah kita sendiri saja kita tidak mendapatkan cinta skala rumah tangga yaitu cinta sakinah?
Bagaimana di lingkungan tempat kita tinggal mau bertebaran cahaya cinta mawaddah kalau cahaya cinta sakinah saja tidak kita dapatkan di rumah kita sendiri?
Dan, lebih luas lagi adalah cinta rohmah. Adalah cinta yang bertebaran sealam semesta. Cinta tanpa batas. Cinta yang tidak bisa dibatasi ruang, waktu, dan segala perbedaan yang bisa kita temukan dalam kehidupan.
Makanya Islam itu dikenal dengan rahmatan lil'alamin. Artinya Islam merupakan agama yang menebarkan cahaya cinta rohmah kepada seluruh alam. Kepada siapa dan apa saja yang bertemu dan bersinggungan dengannya.
Sayangnya tidak semua orang Islam memahami hal ini. Sehingga ada beberapa golongan yang mengaku beragama Islam bukannya menebarkan cinta dan ketentraman bagi yang lain, malah menyebarkan keresahan dan menebar teror serta ketakutan di mana-mana.
Maka mari kita kembali membumi. Dalam konteks ini, kita benahi kembali keluarga kita. Agar keluarga menjadi awal tersebarnya cinta mawaddah di lingkungan sekitar.
Syukur-syukur bisa menyebar ke ruang lingkup yang lebih luas yaitu menjelma menjadi cinta rohmah.
Amin.
(5)
- Bicara Tentang Pendidikan
- Mereka berdebat tentang teori-teori pendidikan dan hal-hal lain yang berkaitan dengan dunia pendidikan
Minggu, 17 Januari 2010
Menikmati Kebersamaan Hidup
Cibubur, Sabtu, 04 Januari 2010
Menikmati Kebersamaan Hidup
Oleh: Mohamad Istihori
Bayangkan, pada di musim haji yang bisa menikmati kebersamaan hanya orang-orang Islam yang mampu secara fisik dan pesak untuk berangkat haji ke Mekah al Mukarromah dan Madinah al Munawwaroh.
Tapi coba kalau di Indonesia, kita tidak harus menunggu datangnya musim haji. Kita tidak hanya bisa menikmati kebersamaan, kemesraan, keharmonisan, dan kedamaian dengan sesama orang Islam.
Tapi dengan agama manapun di Indonesia kita bisa menikmati indahnya kebersamaan dan kemesraan hidup sebagai sesama makhluk Tuhan. Itulah bagi saya yang dinamakan Islam itu sebagai agama yang rahmatan lil 'alamiin.
Cinta itu memiliki tiga cakupan. Cakupan dasar dan awal adalah cinta sakinah, yaitu cinta dalam cakupan keluarga.
Kedua cinta mawaddah atau cinta yang cakupannya sudah menyebar pada lingkungan sekitar kita. Dalam cakupan RT, RW, kelurahan, atau kecamatan.
Dan, ketiga cinta rohmah atau cinta dengan cakupan paling luas yang meliputi seluruh alam. Cinta yang tidak dibatasi ruang, waktu, dan perbedaan apa saja yang bisa kita temui dalam kehidupan.
Makanya sangat pantas kalau Islam itu sebagai agama yang rahmatan lil 'alamiin. Bukan agama yang sakinatan lil 'alamiin atau bukan juga mawaddatan lil 'alamiin.
Maka saya menjadi sangat heran kalau ada orang yang mengaku beragama Islam tapi tidak punya kekuatan hati untuk mencintai dan hidup bersama dengan orang yang berbeda agama, pemikiran, suku, partai, dan perbedaan-perbedaan lainnya yang sudah pasti akan kita temui dalam kehidupan ini.
Ngakunya beragama Islam tapi kok kerjaannya menciptakan kerusuhan, tawuran, berantem, konflik, fitnah, dusta, bahkan dendam berkepanjangan sampai tujuh turunan?
Islam macam apa yang tidak mau mencintai keluarganya sendiri? Tafsir Islam yang bagaimana yang setelah tetangganya bertamu ia langsung ngepel lantai rumahnya karena saudaranya sendiri dianggap najis?
Golongan Islam macam apapula yang tidak mau berjama'ah dengan sesama saudaranya yang muslim hanya karena beda ideologi?
Sungguh Islam itu luas dan bisa digunakan sebagai bahasa komunikasi untuk modal bersilaturahmi dengan siapa saja dan apa saja.
Manusia yang menganutnyalah yang kerap mempersempit, mengkotak-kotakkan, dan memisahkan Islam dari kebersamaan hidup.
Menikmati Kebersamaan Hidup
Oleh: Mohamad Istihori
Bayangkan, pada di musim haji yang bisa menikmati kebersamaan hanya orang-orang Islam yang mampu secara fisik dan pesak untuk berangkat haji ke Mekah al Mukarromah dan Madinah al Munawwaroh.
Tapi coba kalau di Indonesia, kita tidak harus menunggu datangnya musim haji. Kita tidak hanya bisa menikmati kebersamaan, kemesraan, keharmonisan, dan kedamaian dengan sesama orang Islam.
Tapi dengan agama manapun di Indonesia kita bisa menikmati indahnya kebersamaan dan kemesraan hidup sebagai sesama makhluk Tuhan. Itulah bagi saya yang dinamakan Islam itu sebagai agama yang rahmatan lil 'alamiin.
Cinta itu memiliki tiga cakupan. Cakupan dasar dan awal adalah cinta sakinah, yaitu cinta dalam cakupan keluarga.
Kedua cinta mawaddah atau cinta yang cakupannya sudah menyebar pada lingkungan sekitar kita. Dalam cakupan RT, RW, kelurahan, atau kecamatan.
Dan, ketiga cinta rohmah atau cinta dengan cakupan paling luas yang meliputi seluruh alam. Cinta yang tidak dibatasi ruang, waktu, dan perbedaan apa saja yang bisa kita temui dalam kehidupan.
Makanya sangat pantas kalau Islam itu sebagai agama yang rahmatan lil 'alamiin. Bukan agama yang sakinatan lil 'alamiin atau bukan juga mawaddatan lil 'alamiin.
Maka saya menjadi sangat heran kalau ada orang yang mengaku beragama Islam tapi tidak punya kekuatan hati untuk mencintai dan hidup bersama dengan orang yang berbeda agama, pemikiran, suku, partai, dan perbedaan-perbedaan lainnya yang sudah pasti akan kita temui dalam kehidupan ini.
Ngakunya beragama Islam tapi kok kerjaannya menciptakan kerusuhan, tawuran, berantem, konflik, fitnah, dusta, bahkan dendam berkepanjangan sampai tujuh turunan?
Islam macam apa yang tidak mau mencintai keluarganya sendiri? Tafsir Islam yang bagaimana yang setelah tetangganya bertamu ia langsung ngepel lantai rumahnya karena saudaranya sendiri dianggap najis?
Golongan Islam macam apapula yang tidak mau berjama'ah dengan sesama saudaranya yang muslim hanya karena beda ideologi?
Sungguh Islam itu luas dan bisa digunakan sebagai bahasa komunikasi untuk modal bersilaturahmi dengan siapa saja dan apa saja.
Manusia yang menganutnyalah yang kerap mempersempit, mengkotak-kotakkan, dan memisahkan Islam dari kebersamaan hidup.
Kamis, 14 Januari 2010
Tamu yang Paling Ditunggu-tunggu?
Jakarta, Jum'at, 8 Januari 2009
Tamu yang Paling Ditunggu-tunggu?
Oleh: Mohamad Istihori
Banyak guru kita yang menyampaikan bahwa takwa itu adalah melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya. Di antara ciri orang bertakwa adalah percaya pada hal yang gaib.
Apakah yang dimaksud dengan yang gaib itu? KH. Nana Juhana dalam khutbah Jum'atnya menerangkan bahwa yang dimaksud dengan yang gaib adalah segala sesuatu yang belum kita ketahui.
Dibandingkan dengan yang kita ketahui, yang tidak kita ketahui itu lebih banyak. Itu artinya sesuatu yang gaib itu lebih banyak jumlahnya daripada yang tidak gaib.
Di antara sekian banyak hal gaib yang kita kenal adalah kematian, akhirat, surga, neraka, dan lain-lain. Dan, kematian merupakan tamu gaib terdekat yang paling patut untuk kita persiapkan sekarang juga.
Kematian datang nggak bilang-bilang. Dia menjemput manusia tanpa mengenal usia. Pokoknya kalau memang sudah waktunya siapa saja dibawa.
Sebagaimana kalau ada tamu berkunjung ke rumah, tentunya kita pasti akan mengadakan persiapan untuk menyambutnya maka "tamu kematian" pun harus kita sambut. Dan, sebelum ia datang kita harus mempersiapkan dan berbekal diri.
Dalam perhitungan tahun hijriah sekarang kita telah memasuki tahun 1431 hijriah. Sedangkan menurut perhitungan masehi kita telah berada pada tahun 2010 masehi. Secara hitungan angka memang bertambah. Namun secara hitungan jatah hidup kita sebenarnya berkurang.
Itu juga artinya waktu kita untuk berbekal semakin sempit dan berkurang. Maka tak ada alasan bagi kita kecuali terus-menerus memperbaiki diri, melakukan evaluasi, dan yang terutamanya lagi berbekal sebelum mati.
Allah berfirman, kullu nafsin dzaaiqotul mauut. Setiap manusia pasti akan merasakan maut.
Kata dzaaiqotul berasal dari kata dzaaqo-yadzuuqu-dzaaiqoh. Artinya merasakan. Yang namanya merasakan bisa rasa pahit, manis, atau asam.
Begitu juga dengan orang yang sedang merasakan sakarotul maut. Ada yang merasakan nikmat dan ada juga yang merasakan sengsara. Semua sangat bergantung dari bekal dan amal perbuatan yang kita lakukan selama hidup di dunia.
Kita sudah sering menemani saudara, teman, atau mungkin orang tua kita yang sedang menghadapi sakarotul maut. Cobalah pegang punggungnya, pasti berkeringat.
Orang berkeringat itu mengindikasikan beberapa hal: pertama mungkin ia merasa sangat lelah. Kedua merasa sakit. Ketiga panas. Atau keempat merasa haus.
Demikian juga orang yang sedang merasakan sakarotul maut. Ada yang merasa sangat capek, lelah, tersiksa, sakit, kepanasan, atau kehausan. Atau ada juga yang tidak merasakan semua itu. Tapi itu hanya bagi orang-orang tertentu saja.
Tamu yang Paling Ditunggu-tunggu?
Oleh: Mohamad Istihori
Banyak guru kita yang menyampaikan bahwa takwa itu adalah melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya. Di antara ciri orang bertakwa adalah percaya pada hal yang gaib.
Apakah yang dimaksud dengan yang gaib itu? KH. Nana Juhana dalam khutbah Jum'atnya menerangkan bahwa yang dimaksud dengan yang gaib adalah segala sesuatu yang belum kita ketahui.
Dibandingkan dengan yang kita ketahui, yang tidak kita ketahui itu lebih banyak. Itu artinya sesuatu yang gaib itu lebih banyak jumlahnya daripada yang tidak gaib.
Di antara sekian banyak hal gaib yang kita kenal adalah kematian, akhirat, surga, neraka, dan lain-lain. Dan, kematian merupakan tamu gaib terdekat yang paling patut untuk kita persiapkan sekarang juga.
Kematian datang nggak bilang-bilang. Dia menjemput manusia tanpa mengenal usia. Pokoknya kalau memang sudah waktunya siapa saja dibawa.
Sebagaimana kalau ada tamu berkunjung ke rumah, tentunya kita pasti akan mengadakan persiapan untuk menyambutnya maka "tamu kematian" pun harus kita sambut. Dan, sebelum ia datang kita harus mempersiapkan dan berbekal diri.
Dalam perhitungan tahun hijriah sekarang kita telah memasuki tahun 1431 hijriah. Sedangkan menurut perhitungan masehi kita telah berada pada tahun 2010 masehi. Secara hitungan angka memang bertambah. Namun secara hitungan jatah hidup kita sebenarnya berkurang.
Itu juga artinya waktu kita untuk berbekal semakin sempit dan berkurang. Maka tak ada alasan bagi kita kecuali terus-menerus memperbaiki diri, melakukan evaluasi, dan yang terutamanya lagi berbekal sebelum mati.
Allah berfirman, kullu nafsin dzaaiqotul mauut. Setiap manusia pasti akan merasakan maut.
Kata dzaaiqotul berasal dari kata dzaaqo-yadzuuqu-dzaaiqoh. Artinya merasakan. Yang namanya merasakan bisa rasa pahit, manis, atau asam.
Begitu juga dengan orang yang sedang merasakan sakarotul maut. Ada yang merasakan nikmat dan ada juga yang merasakan sengsara. Semua sangat bergantung dari bekal dan amal perbuatan yang kita lakukan selama hidup di dunia.
Kita sudah sering menemani saudara, teman, atau mungkin orang tua kita yang sedang menghadapi sakarotul maut. Cobalah pegang punggungnya, pasti berkeringat.
Orang berkeringat itu mengindikasikan beberapa hal: pertama mungkin ia merasa sangat lelah. Kedua merasa sakit. Ketiga panas. Atau keempat merasa haus.
Demikian juga orang yang sedang merasakan sakarotul maut. Ada yang merasa sangat capek, lelah, tersiksa, sakit, kepanasan, atau kehausan. Atau ada juga yang tidak merasakan semua itu. Tapi itu hanya bagi orang-orang tertentu saja.
Selasa, 05 Januari 2010
Taufik-Hidayah
Jati Negara, Senin, 04 Januari 2010
Taufik-Hidayah
Oleh: Mohamad Istihori
"Mengapa para kiai, guru-guru, atau penceramah dalam setiap penutup ceramahnya selalu mengatakan billahit taufiq wal hidaayah?" ujar Muhammad Ainun Nadjib dalam pada suatu malam saat acara "Kenduri Cinta (KC)".
Seseorang yang low profile high product itu mencoba menerangkan kepada Jama'ah KC tentang "mengapa dalam setiap penutup ceramah para penceramah selalu mendahulukan ucapan taufik baru kemudian hidayah?"
Hal ini dikarenakan taufik itu adalah petunjuk yang didapatkan oleh seseorang tanpa bantuan dan keterlibatan orang lain. Sedangkan hidayah tidak akan didapat seseorang kecuali melalui pergumulan seseorang dengan makhluk Allah yang lainnya. Terutama dengan manusia selain dirinya.
Seorang yang tidak juga akan mendapatkan hidayah kalau ia tidak setia terhadap taufik yang telah ia dapatkan. Atau dengan kata lain kita juga bisa mengatakan bahwa taufik itu bersifat individual sedangkan hidayah petunjuk yang bersifat kolektif dan sosial.
Oke sidang pembaca sekalian, akhirul kalam, bilaahi taufiq wal hidayah. Wassalammu'alaikum wa rahmatullahi wa barokaatuh.
Taufik-Hidayah
Oleh: Mohamad Istihori
"Mengapa para kiai, guru-guru, atau penceramah dalam setiap penutup ceramahnya selalu mengatakan billahit taufiq wal hidaayah?" ujar Muhammad Ainun Nadjib dalam pada suatu malam saat acara "Kenduri Cinta (KC)".
Seseorang yang low profile high product itu mencoba menerangkan kepada Jama'ah KC tentang "mengapa dalam setiap penutup ceramah para penceramah selalu mendahulukan ucapan taufik baru kemudian hidayah?"
Hal ini dikarenakan taufik itu adalah petunjuk yang didapatkan oleh seseorang tanpa bantuan dan keterlibatan orang lain. Sedangkan hidayah tidak akan didapat seseorang kecuali melalui pergumulan seseorang dengan makhluk Allah yang lainnya. Terutama dengan manusia selain dirinya.
Seorang yang tidak juga akan mendapatkan hidayah kalau ia tidak setia terhadap taufik yang telah ia dapatkan. Atau dengan kata lain kita juga bisa mengatakan bahwa taufik itu bersifat individual sedangkan hidayah petunjuk yang bersifat kolektif dan sosial.
Oke sidang pembaca sekalian, akhirul kalam, bilaahi taufiq wal hidayah. Wassalammu'alaikum wa rahmatullahi wa barokaatuh.
Meraih Dua Surga?
Sabtu, 02 Januari 2010
Meraih Dua Surga?
Oleh: Mohamad Istihori
Sejak lama Pondok Pesantren (Ponpes) Ijtihad berdampingan dengan warung 24 jam. Pemilik warung tersebut beragama Kristen. Kebanyakan santri ketika sedang istirahat ngaji, memilih warung tersebut sebagai tempat ngobrol sambil ngopi di sana.
Beberapa orang tua wali menyarankan agar warung tersebut dibeli saja oleh pihak ponpes dan kemudian digantikan dengan Koperasi Pesantren yang dikelola secara swadaya oleh para santri sebagaimana yang dilakukan ponpes-ponpes lain.
Namun, Kiai Jihad, sebagai pimpinan Ponpes tersebut menolak usulan tersebut.
"Tidak ada hak sedikit pun bagi pihak pesantren untuk melarang siapa saja berjualan di sekitar pesantren. Selama mereka memang tidak menganggu aktivitas yang ada di sini." demikian ujar Kiai Jihad di hadapan beberapa orang tua wali santri dan juga beberapa warga.
...
Malam begitu dingin. Hujan di luar turun dengan sangat hebat lebatnya. Mat Semplur, sebagai salah satu santri Ponpes Ijtihad, merasa sangat kedinginan dengan suasana ini.
Maka untuk mengusir dinginnya malam ini, Mat Semplur berinisiatif untuk beli kopi susu dan rokok ke warung 24 jam sebelah pondok tersebut.
Ternyata antara Mat Semplur dengan penjaga warung tersebut sudah sangat akrab. Mereka selama ini menjalin persaudaraan antar manusia yang universal tanpa sekat pembatas agama dan embel-embel apapun.
"Bang beli kopi dan rokok dong." ujar Mat Semplur.
"Berapa?" kata Bobby penjaga warung tersebut.
"Kopi X dua bungkus dan rokok Y-nya setengah."
"Berapa?"
"Kopi dua bungkus dua ribu. Rokok setengah lima ribu. Jadi semuanya tujuh ribu."
"Kalo tujuh ribu semua yang ada di sini saya bawa boleh nggak? Hehehe." ujar Semplur bergurau.
"Semua? Boleh! Apa sih untuk Mat Semplur yang nggak boleh?" timpal Bobby.
"Jelas ada dong yang nggak boleh sama kamu."
"Apa?"
"Yang nggak boleh oleh kamu untuk saya lakukan adalah pergi ikut kamu ke gereja."
"Kok bisa gitu?"
"Iya lah kalo saya ikut kamu ke gereja juga maka nanti saya akan memperoleh dua surga. Surga untuk orang Islam dan surga untuk orang Kristen."
"Ah kamu ini. Ade-ade aje."
Mat Semplur pun kembali ke pesantren Ijtihad. Pesantren yang oleh manusia zaman sekarang disebut sebagai Pesantren Plural. Padahal sudah sejak puluhan tahun lalu para santri dengan berbagai aliran kepercayaan sudah menjalin silaturahmi.
Meraih Dua Surga?
Oleh: Mohamad Istihori
Sejak lama Pondok Pesantren (Ponpes) Ijtihad berdampingan dengan warung 24 jam. Pemilik warung tersebut beragama Kristen. Kebanyakan santri ketika sedang istirahat ngaji, memilih warung tersebut sebagai tempat ngobrol sambil ngopi di sana.
Beberapa orang tua wali menyarankan agar warung tersebut dibeli saja oleh pihak ponpes dan kemudian digantikan dengan Koperasi Pesantren yang dikelola secara swadaya oleh para santri sebagaimana yang dilakukan ponpes-ponpes lain.
Namun, Kiai Jihad, sebagai pimpinan Ponpes tersebut menolak usulan tersebut.
"Tidak ada hak sedikit pun bagi pihak pesantren untuk melarang siapa saja berjualan di sekitar pesantren. Selama mereka memang tidak menganggu aktivitas yang ada di sini." demikian ujar Kiai Jihad di hadapan beberapa orang tua wali santri dan juga beberapa warga.
...
Malam begitu dingin. Hujan di luar turun dengan sangat hebat lebatnya. Mat Semplur, sebagai salah satu santri Ponpes Ijtihad, merasa sangat kedinginan dengan suasana ini.
Maka untuk mengusir dinginnya malam ini, Mat Semplur berinisiatif untuk beli kopi susu dan rokok ke warung 24 jam sebelah pondok tersebut.
Ternyata antara Mat Semplur dengan penjaga warung tersebut sudah sangat akrab. Mereka selama ini menjalin persaudaraan antar manusia yang universal tanpa sekat pembatas agama dan embel-embel apapun.
"Bang beli kopi dan rokok dong." ujar Mat Semplur.
"Berapa?" kata Bobby penjaga warung tersebut.
"Kopi X dua bungkus dan rokok Y-nya setengah."
"Berapa?"
"Kopi dua bungkus dua ribu. Rokok setengah lima ribu. Jadi semuanya tujuh ribu."
"Kalo tujuh ribu semua yang ada di sini saya bawa boleh nggak? Hehehe." ujar Semplur bergurau.
"Semua? Boleh! Apa sih untuk Mat Semplur yang nggak boleh?" timpal Bobby.
"Jelas ada dong yang nggak boleh sama kamu."
"Apa?"
"Yang nggak boleh oleh kamu untuk saya lakukan adalah pergi ikut kamu ke gereja."
"Kok bisa gitu?"
"Iya lah kalo saya ikut kamu ke gereja juga maka nanti saya akan memperoleh dua surga. Surga untuk orang Islam dan surga untuk orang Kristen."
"Ah kamu ini. Ade-ade aje."
Mat Semplur pun kembali ke pesantren Ijtihad. Pesantren yang oleh manusia zaman sekarang disebut sebagai Pesantren Plural. Padahal sudah sejak puluhan tahun lalu para santri dengan berbagai aliran kepercayaan sudah menjalin silaturahmi.
Jumat, 01 Januari 2010
Air Mata Junkie
Cibubur, 28 Desember 2009
Air Mata Junkie
Oleh: Mohamad Istihori
Pada suatu hari
Datang seorang junkie
Kepada seorang kiai,
"Pak Kiai saya mau tobat, insyaf, dan saya nggak akan mabuk-mabukan lagi." demikian ia berjanji.
Ini adalah untuk yang ketiga kali
Ia menyesali diri
Tapi?
Iya kenyataannya, gitu lagi, gitu lagi
Mabuk deui, mabuk deui
Untung Pak Kiai
Tidak terbawa emosi
Beliau tetap setia menemani
Beliau tetap bersedia meladeni
Meski beliau sudah sangat memahami
Bagaimana sesungguhnya air mata junkie
Menyesal dan menangis hari ini
Esok diingkari
Tapi semoga semua bisa berbenah diri
Agar tak ada lagi
Pihak yang merasa dikibuli
Dan pihak yang mengibuli
Karena tak ada yang lebih perih dari sakit hati
Kecuali karena dibohongi
Kecuali karena didustai
Air mata junkie
Semoga bisa menjadi air mata yang suci
Karena keluar dari i'tikad kuat
Untuk hidup lebih baik dan lebih sehat
Air mata junkie
Semoga bisa menjadi sebuah pertanda dari kesungguhan hati
Untuk kembali menyusuri
Jalan Illahi Robbi
Air Mata Junkie
Oleh: Mohamad Istihori
Pada suatu hari
Datang seorang junkie
Kepada seorang kiai,
"Pak Kiai saya mau tobat, insyaf, dan saya nggak akan mabuk-mabukan lagi." demikian ia berjanji.
Ini adalah untuk yang ketiga kali
Ia menyesali diri
Tapi?
Iya kenyataannya, gitu lagi, gitu lagi
Mabuk deui, mabuk deui
Untung Pak Kiai
Tidak terbawa emosi
Beliau tetap setia menemani
Beliau tetap bersedia meladeni
Meski beliau sudah sangat memahami
Bagaimana sesungguhnya air mata junkie
Menyesal dan menangis hari ini
Esok diingkari
Tapi semoga semua bisa berbenah diri
Agar tak ada lagi
Pihak yang merasa dikibuli
Dan pihak yang mengibuli
Karena tak ada yang lebih perih dari sakit hati
Kecuali karena dibohongi
Kecuali karena didustai
Air mata junkie
Semoga bisa menjadi air mata yang suci
Karena keluar dari i'tikad kuat
Untuk hidup lebih baik dan lebih sehat
Air mata junkie
Semoga bisa menjadi sebuah pertanda dari kesungguhan hati
Untuk kembali menyusuri
Jalan Illahi Robbi
Langganan:
Postingan (Atom)