Senin, 270409
Bio, Psiko, Sosio, dan Spiritual
Oleh: Mohamad Istihori
Tekanan mental, permasalahan kehidupan yang membludak, serta berbagai macam problematika yang kerap kita hadapi merupakan bibit-bibit stres, depresi, bahkan bisa menjadi pemicu seseorang bunuh diri kalau kita tidak pandai-pandai memenejnya.
Bio, psiko, sosio, dan spiritual merupakan metode yang ditawarkan Dadang Hawari untuk membantu mereka yang mengalami hal tersebut.
Bio. Merupakan faktor pengobatan melalui obat-obatan yang formulanya sudah disesuaikan oleh Dadang.
Karena percuma saja kita memberikan terapi psiko, sosio, dan spiritual kalau susunan urat syaraf mereka belum pada nyambung, iya percuma aja. Segala materi yang kita berikan nggak bakalan masuk.
Psiko. Merupakan terapi psikis. Santri dipulihkan segala trauma yang pernah mereka alami. Karena banyak di antara mereka yang mengalami kekerasan.
Namun dalam terapi psiko ini harus mendapat dukungan empati penuh dari segenap anggota keluarga. Karena bagaimana pun mereka tetap membutuhkan perhatian keluarga.
Tak selayaknya pihak keluarga malah menjauhi mereka bahkan "membuang" mereka dari rumah. Sikap keluarga yang seperti inilah yang justru memperparah keretakkan mental santri.
Mereka merasa keluarga malah menjauhi, nggak peduli, dan jarang menghubungi (nggak ada kabarnya lagi).
Sosio. Mereka jangan dijauhi dari masyarakat. Jangan dibiarkan asyik dengan dirinya sendiri dengan cara mengurung diri dalam kamar seharian.
Mereka juga harus diberikan kesempatan untuk bersosialisasi dan bermasyarakat dengan lingkungan sekitar. Jangan biarkan mereka asyik dengan dunianya sendiri.
Berikan mereka semaksimal mungkin kesempatan dan momen untuk bersosialisasi dengan masyarakat di mana mereka tinggal.
Terapi sosial ini juga termasuk bagaimana seorang konselor memahami latar belakang budaya santrinya. Tanpa pemahaman budaya maka terapi sosial akan sangat sulit untuk dilakukan.
Setelah mereka mendapat asupan obat yang memadai, terapi psiko, dan sosialnya barulah diberi terapi spiritual. Inilah terapi yang sangat penting daripada tiga terapi sebelumnya.
Meskipun demikian antara satu terapi dengan tetapi lainnya tidak bisa dipisahkan. Semua harus seiring sejalan sebagaimana ban belakang dengan depan pada motor.
Dan, sangat jarang bisa kita temui ada seorang ustadz atau konselor yang mampu mengaplikasikan, "mengopersikan", dan memahami keempat terapi tersebut secara seksama.
Selasa, 28 April 2009
Minggu, 26 April 2009
Terjatuh Karena Cinta
Ahad, 260409
Terjatuh Karena Cinta
Oleh: Mohamad Istihori
"Oh jatuh cinta berjuta rasanya." Lagu lawas itu mengalun terdengar dari HP sahabat saya malam ini.
Namun yang berjuta rasa itu bukan hanya ketika jatuh cinta, putus cinta pun terasa berjuta rasa. Ada rasa sedih pastinya, namun ada juga rasa gembira, bahagia, atau senang ketika putus cinta. Di bawah inilah rinciannya:
Pertama, ada orang yang mudah jatuh cinta tapi ketika putus mudah juga melupakannya beserta variabelnya...
Dia "easing going" gitu aja. Baginya jatuh cinta itu biasa saja. Mungkin karena dia punya kekasih cadangan sehingga begitu putus dia bisa langsung memadu cinta dengan yang lain.
Mungkin juga karena dengan kekasih sebelumnya dia tidak terlalu cinta. Atau terpaksa. Atau cuma memanfaatkan saja. Atau entah apa alasan lainnya.
Kedua, ada orang mudah jatuh cinta tapi ketika putus sangat susah untuk melupakannya beserta variabelnya...
Ketiga, ada orang susah jatuh cinta tapi saat putus dia lupa begitu saja beserta variabelnya...
Keempat, ada orang susah jatuh cinta dan saat putus susah pula ia melupakan semua beserta variabelnya...
Mungkin dialah orang yang paling tersiksa oleh cinta. Bagaimana nggak menderita, udah nyarinya susah, eh begitu putus nggak bisa cepet-cepet lupa.
Dia selalu terkenang masa-masa indah saat bersama. Namun apa hendak dikata kekasihnya kini telah tiada. Tinggal ia kini bersusah payah menyembuhkan luka.
Tentu saja keempat hal beserta variabelnya di atas bisa kita rinci lebih detail lagi untuk menambah ilmu kehidupan kita.
Sayangnya kita kerap terlena untuk mempelajarinya ketika dilanda cinta bergelora. Dan, males nulis ketika putus cinta.
"Boro-boro mau nulis, makan aja males kalo lagi putus cinta." Demikian ujar salah satu sahabat saya yang juga pernah mengalami patah hati.
Terjatuh Karena Cinta
Oleh: Mohamad Istihori
"Oh jatuh cinta berjuta rasanya." Lagu lawas itu mengalun terdengar dari HP sahabat saya malam ini.
Namun yang berjuta rasa itu bukan hanya ketika jatuh cinta, putus cinta pun terasa berjuta rasa. Ada rasa sedih pastinya, namun ada juga rasa gembira, bahagia, atau senang ketika putus cinta. Di bawah inilah rinciannya:
Pertama, ada orang yang mudah jatuh cinta tapi ketika putus mudah juga melupakannya beserta variabelnya...
Dia "easing going" gitu aja. Baginya jatuh cinta itu biasa saja. Mungkin karena dia punya kekasih cadangan sehingga begitu putus dia bisa langsung memadu cinta dengan yang lain.
Mungkin juga karena dengan kekasih sebelumnya dia tidak terlalu cinta. Atau terpaksa. Atau cuma memanfaatkan saja. Atau entah apa alasan lainnya.
Kedua, ada orang mudah jatuh cinta tapi ketika putus sangat susah untuk melupakannya beserta variabelnya...
Ketiga, ada orang susah jatuh cinta tapi saat putus dia lupa begitu saja beserta variabelnya...
Keempat, ada orang susah jatuh cinta dan saat putus susah pula ia melupakan semua beserta variabelnya...
Mungkin dialah orang yang paling tersiksa oleh cinta. Bagaimana nggak menderita, udah nyarinya susah, eh begitu putus nggak bisa cepet-cepet lupa.
Dia selalu terkenang masa-masa indah saat bersama. Namun apa hendak dikata kekasihnya kini telah tiada. Tinggal ia kini bersusah payah menyembuhkan luka.
Tentu saja keempat hal beserta variabelnya di atas bisa kita rinci lebih detail lagi untuk menambah ilmu kehidupan kita.
Sayangnya kita kerap terlena untuk mempelajarinya ketika dilanda cinta bergelora. Dan, males nulis ketika putus cinta.
"Boro-boro mau nulis, makan aja males kalo lagi putus cinta." Demikian ujar salah satu sahabat saya yang juga pernah mengalami patah hati.
Rabu, 22 April 2009
Ayo Bergerak Maju
Palembang, Kamis, 230409
Ayo Bergerak Maju!
Oleh: Mohamad Istihori
Lakukan saja apa yang kau bisa lakukan hari ini
Sebagai bekal esok nanti
Jangan kau sesali apa yang telah terjadi
Jadikanlah semua sebagai cermin untuk memperbaiki diri
Lepaskan dirimu dari belenggu masa lalu
Ayo kawan kita bergerak maju...Mau?
(Terima kasih untuk Elie Mulyadi atas inspirasinya bagi puisi ini)
Ayo Bergerak Maju!
Oleh: Mohamad Istihori
Lakukan saja apa yang kau bisa lakukan hari ini
Sebagai bekal esok nanti
Jangan kau sesali apa yang telah terjadi
Jadikanlah semua sebagai cermin untuk memperbaiki diri
Lepaskan dirimu dari belenggu masa lalu
Ayo kawan kita bergerak maju...Mau?
(Terima kasih untuk Elie Mulyadi atas inspirasinya bagi puisi ini)
Taman Surga Para Pencari Ilmu
Senin, 200409
Taman Surga Para Pencari Ilmu
Oleh: Mohamad Istihori
Perumpamaan sebuah majelis ilmu itu adalah bagaikan taman di surga. Bagi orang yang memiliki tanah luas, biasanya membuat taman sebagai pekarangan rumahnya.
Kalau kita menyebut taman surga berarti sudah dekat dengan surga. Berarti orang yang rajin datang ke majelis ilmu sama saja dengan rajin mendekati atau merayu surga agar berkenan menerimanya.
Taman adalah lambang paru-paru sebuah kehidupan kota. Karena ia mencerna dan menyaring udara kotor menjadi bersih. Sama halnya dengan taman, majelis ilmu juga merupakan tempat di mana manusia mensucikan kembali hatinya.
Majelis ilmu adalah taman peristirahatan bagi jiwa-jiwa yang telah lelah bekerja seharian. Majelis ilmu adalah tempat mencari kedamaian dan ketentraman sebagaimana taman.
Maka saya heran juga melihat orang sekarang harus mengeluarkan uang ratusan juta untuk mencari hiburan yang dia harap bisa memberikan kedamaian. Padahal setiap malam digelar majelis ilmu tepat di sebelah rumahnya.
Tapi selama ini dia cuek aja. Paling-paling rajin keliling ikut majelis ilmu pas mau nyalonin gubernur aja. Eh begitu udah jadi gubernur diundang majelis ilmu nggak pernah datang. Yang datang paling-paling yang mewakilinya.
Taman Surga Para Pencari Ilmu
Oleh: Mohamad Istihori
Perumpamaan sebuah majelis ilmu itu adalah bagaikan taman di surga. Bagi orang yang memiliki tanah luas, biasanya membuat taman sebagai pekarangan rumahnya.
Kalau kita menyebut taman surga berarti sudah dekat dengan surga. Berarti orang yang rajin datang ke majelis ilmu sama saja dengan rajin mendekati atau merayu surga agar berkenan menerimanya.
Taman adalah lambang paru-paru sebuah kehidupan kota. Karena ia mencerna dan menyaring udara kotor menjadi bersih. Sama halnya dengan taman, majelis ilmu juga merupakan tempat di mana manusia mensucikan kembali hatinya.
Majelis ilmu adalah taman peristirahatan bagi jiwa-jiwa yang telah lelah bekerja seharian. Majelis ilmu adalah tempat mencari kedamaian dan ketentraman sebagaimana taman.
Maka saya heran juga melihat orang sekarang harus mengeluarkan uang ratusan juta untuk mencari hiburan yang dia harap bisa memberikan kedamaian. Padahal setiap malam digelar majelis ilmu tepat di sebelah rumahnya.
Tapi selama ini dia cuek aja. Paling-paling rajin keliling ikut majelis ilmu pas mau nyalonin gubernur aja. Eh begitu udah jadi gubernur diundang majelis ilmu nggak pernah datang. Yang datang paling-paling yang mewakilinya.
Mulai Sekarang Berpikirlah: "Apa Yang Bisa Saya Berikan, Bukan Apa Yang Bisa Saya Dapatkan!"
Selasa, 210409
Mulai Sekarang Berpikirlah: "Apa yang Bisa Saya Berikan, Bukan Apa Yang Bisa Saya Dapatkan!"
Oleh: Mohamad Istihori
Di setiap pekerjaan, aktivitas, amal, dan kegiatan seorang mukmin diwajibkan membaca lafadz "basmalah": "Bismillahir rahmaan nirrahiim."
"Aku beserta asma Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang."
Dalam "basmalah", Allah memberikan formula atau rumus kehidupan, bahwa dalam setiap aktivitas kita harus mampu mengaplikasikan asma Maha Pengasih terlebih dahulu baru kemudian Maha Penyayang.
Kalau memang rumus hidup kita adalah "basmalah" maka berilah siapa saja yang bersinggungan dalam hidup kita tanpa menunggu rasa sayang kita datang terhadap seseorang.
Tapi malangnya kita malah membalik rumus "basmalah". Kita tidak semata-mata memberi kepada seseorang kecuali kita sayang sama dia.
Lafadz "basmalah" sebenarnya mengajarkan kepada kita untuk: berpikir apa yang bisa saya berikan, bukan apa yang bisa saya dapatkan! Rumus ini harus kita terapkan dalam setiap langkah hidup kita seluas-luasnya.
ketika kita mau nyalonin diri jadi Caleg (Calon Legislatif), kalau rumus kita, "bismillahir rahmaan nirrahim", maka pikiran awal ketika kampanye dan pasang gambar di setiap jalan dan pojok gang adalah apa yang bisa kita berikan, bukan apa yang bisa kita dapatkan!
Langkah awal sebuah pernikahan pun demikian, kepada setiap suami saya tanyakan, "Apa niat awal anda melamar seorang wanita adalah apa yang bisa anda berikan kepada istri atau apa yang bisa anda dapatkan dari perempuan ini?"
Pun demikian kepada setiap istri, "Apa niat kita menerima lamaran dari seorang pria adalah apa yang bisa anda berikan kepada suami atau apa yang bisa anda dapatkan dari lelaki ini?"
Kalau niat seorang Caleg mencalonkan diri sebagai wakil rakyat adalah apa yang bisa saya dapatkan dari jabatan saya kelak dan bukan malah berpikir apa yang bisa saya berikan kalau saya menjabat, maka jangan heran kalau ada Caleg gagal pada stres, gila, telanjang keliling kampung sambil teriak-teriak, 'Wahai penduduk kampung X akulah pemimpin kalian!'
Ada juga Caleg yang ketika kampanye memberikan karpet kepada suatu perkumpulan ibu-ibu pengajian. Eh ketika kalah bahkan nggak dapat suara dia malah meminta kembali karpet yang sudah ia berikan tersebut.
Ada lagi Caleg yang ketika kampanye benerin jalan raya atau umum. Eh ketika dia kalah, jalan yang kemaren dia benerin dia rusakin lagi. Itu karena dia berpikir 'apa yang bisa saya dapatkan, bukan apa yang bisa saya berikan'."
Demikian juga seorang suami/istri yang berpikir, 'apa yang bisa saya dapatkan dari suami/istri saya, bukan apa yang bisa saya berikan kepada suami/istri saya.'
Maka berilah apa yang kita miliki dan yang kita bisa semampu kita kepada siapa saja yang memang benar-benar membutuhkan bantuan kita tanpa menunggu datangnya rasa sayang.
Nanti juga dari kita memberikan bantuan itu kan kita akan tahu siapa saja dari orang yang kita beri itu orang memang tahu berterima kasih dan siapa yang tidak.
Nah dari situlah kita baru bisa dan patut menetukan siapa sebenarnya orang yang patut kita sayangi dan siapa yang tidak.
Kacaunya sistem hidup kita dalam keluarga atau negara adalah karena kita membalik rumus Allah dari:
"Bismillahir rahmaan nirrahiim."
menjadi:
"Bismillahir rahiimir rahmaan."
Mulai Sekarang Berpikirlah: "Apa yang Bisa Saya Berikan, Bukan Apa Yang Bisa Saya Dapatkan!"
Oleh: Mohamad Istihori
Di setiap pekerjaan, aktivitas, amal, dan kegiatan seorang mukmin diwajibkan membaca lafadz "basmalah": "Bismillahir rahmaan nirrahiim."
"Aku beserta asma Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang."
Dalam "basmalah", Allah memberikan formula atau rumus kehidupan, bahwa dalam setiap aktivitas kita harus mampu mengaplikasikan asma Maha Pengasih terlebih dahulu baru kemudian Maha Penyayang.
Kalau memang rumus hidup kita adalah "basmalah" maka berilah siapa saja yang bersinggungan dalam hidup kita tanpa menunggu rasa sayang kita datang terhadap seseorang.
Tapi malangnya kita malah membalik rumus "basmalah". Kita tidak semata-mata memberi kepada seseorang kecuali kita sayang sama dia.
Lafadz "basmalah" sebenarnya mengajarkan kepada kita untuk: berpikir apa yang bisa saya berikan, bukan apa yang bisa saya dapatkan! Rumus ini harus kita terapkan dalam setiap langkah hidup kita seluas-luasnya.
ketika kita mau nyalonin diri jadi Caleg (Calon Legislatif), kalau rumus kita, "bismillahir rahmaan nirrahim", maka pikiran awal ketika kampanye dan pasang gambar di setiap jalan dan pojok gang adalah apa yang bisa kita berikan, bukan apa yang bisa kita dapatkan!
Langkah awal sebuah pernikahan pun demikian, kepada setiap suami saya tanyakan, "Apa niat awal anda melamar seorang wanita adalah apa yang bisa anda berikan kepada istri atau apa yang bisa anda dapatkan dari perempuan ini?"
Pun demikian kepada setiap istri, "Apa niat kita menerima lamaran dari seorang pria adalah apa yang bisa anda berikan kepada suami atau apa yang bisa anda dapatkan dari lelaki ini?"
Kalau niat seorang Caleg mencalonkan diri sebagai wakil rakyat adalah apa yang bisa saya dapatkan dari jabatan saya kelak dan bukan malah berpikir apa yang bisa saya berikan kalau saya menjabat, maka jangan heran kalau ada Caleg gagal pada stres, gila, telanjang keliling kampung sambil teriak-teriak, 'Wahai penduduk kampung X akulah pemimpin kalian!'
Ada juga Caleg yang ketika kampanye memberikan karpet kepada suatu perkumpulan ibu-ibu pengajian. Eh ketika kalah bahkan nggak dapat suara dia malah meminta kembali karpet yang sudah ia berikan tersebut.
Ada lagi Caleg yang ketika kampanye benerin jalan raya atau umum. Eh ketika dia kalah, jalan yang kemaren dia benerin dia rusakin lagi. Itu karena dia berpikir 'apa yang bisa saya dapatkan, bukan apa yang bisa saya berikan'."
Demikian juga seorang suami/istri yang berpikir, 'apa yang bisa saya dapatkan dari suami/istri saya, bukan apa yang bisa saya berikan kepada suami/istri saya.'
Maka berilah apa yang kita miliki dan yang kita bisa semampu kita kepada siapa saja yang memang benar-benar membutuhkan bantuan kita tanpa menunggu datangnya rasa sayang.
Nanti juga dari kita memberikan bantuan itu kan kita akan tahu siapa saja dari orang yang kita beri itu orang memang tahu berterima kasih dan siapa yang tidak.
Nah dari situlah kita baru bisa dan patut menetukan siapa sebenarnya orang yang patut kita sayangi dan siapa yang tidak.
Kacaunya sistem hidup kita dalam keluarga atau negara adalah karena kita membalik rumus Allah dari:
"Bismillahir rahmaan nirrahiim."
menjadi:
"Bismillahir rahiimir rahmaan."
Selasa, 21 April 2009
Kepada Siapa Kau Serahkan Hatimu Sepenuhnya?
Selasa, 210409
Kepada Siapa Kau Serahkan Hatimu Sepenuhnya?
Oleh: Mohamad Istihori
"Nih sobat ane kembaliin buku ente!" ujar saya kepada seorang sahabat yang sudah lama tak jumpa.
"Loh kok pake dikembaliin segala. Udah nih buku buat ente aje! Kayak ama siapa aja sih ente." kata sahabat saya.
"Ah nggak bisa kayak gitu dong. Kan awalnya ane bilang minjem ke ente. Bukan meminta atau memohon agar ente berkenan memberikan buku ini ke ane!"
"Iya itu kan kemaren. Sekarang ane berubah pikiran. Mulai sekarang sebagai pemilik buku ini, ane telah serahkan buku ini! Puas..puas..puas?"
"Oke deh kalo emang ente maksa kayak gitu, kalo ente emang udah memberikan buku ini ke ane sepenuhnya maka ane juga tenang, menerima dengan sepenuh hati, dan ane ucapin, 'syukron katsiron. Jazaakallahu khoeron katsiron'. Thank's banget sob!"
"Sama-sama"
"Eh gimana kalo ntar ente berubah pikiran lagi? Tiba-tiba meminta buku ini kembali?" tanya saya untuk menghilangkan keraguan yang terpendam.
"Nggak mungkin kali! Gila aje ente! Mana mungkin ane ngambil sesuatu yang udah ane berikan sepenuh hati ke orang lain?" jawab sahabat lama saya berusaha meyakinkan keraguan yang diam-diam terpendam.
"Loh bagaimana kalo buku ini kita ibaratkan hati?" pancing saya untuk memancing ilmunya.
"Maksud ente?" tanyanya penuh penasaran.
"Gimana kalo pada awalnya, kita bilang udah nyerahin hati kita sepenuhnya ke seseorang yang selama ini kita anggap sebagai kekasih. Eh tahu-tahu kita tarik lagi hati kita itu untuk kita berikan kepada orang lain?"
"Itu namanya mengingkari hati nurani sendiri. Lagian ente pikir dong pake akal, mana mungkin sih ada orang udah bilang, 'Eh nih ane berikan hati ane sepenuhnya untuk ente seorang'.
Eh nggak tahunya itu hati yang udah dikasih ke kita dia ambil lagi terus malah dia kasih ke orang lain yang baru dia kenal. Kita yang udah kenal dengan dia sejak lama ditinggalkan begitu saja. Kasian deh lu!
Kalo niat awalnya ngasih, iya kasih. Kalo niat awalnya minjem, iya balikin dong punya orang. Jadi orang mesti jelas kenapa.
Jangan niatnya minjem buku orang eh nggak dibalik-balikkin. Malah itu buku kita akuin sebagai miliki kita. Itu nggak tahu malu namanya.
Jadi mulai sekarang kita hidup harus jelas, 'Kepada siapakah sebenarnya akan kau serahkan hatimu sepenuhnya?" sahabat lama saya ini emang luar biasa. Dia ngomong cas-cis-cus kayak orang kesurupan. Tapi saya harus akui pemikirannya boleh juga untuk dijadikan renungan malam ini.
Kepada Siapa Kau Serahkan Hatimu Sepenuhnya?
Oleh: Mohamad Istihori
"Nih sobat ane kembaliin buku ente!" ujar saya kepada seorang sahabat yang sudah lama tak jumpa.
"Loh kok pake dikembaliin segala. Udah nih buku buat ente aje! Kayak ama siapa aja sih ente." kata sahabat saya.
"Ah nggak bisa kayak gitu dong. Kan awalnya ane bilang minjem ke ente. Bukan meminta atau memohon agar ente berkenan memberikan buku ini ke ane!"
"Iya itu kan kemaren. Sekarang ane berubah pikiran. Mulai sekarang sebagai pemilik buku ini, ane telah serahkan buku ini! Puas..puas..puas?"
"Oke deh kalo emang ente maksa kayak gitu, kalo ente emang udah memberikan buku ini ke ane sepenuhnya maka ane juga tenang, menerima dengan sepenuh hati, dan ane ucapin, 'syukron katsiron. Jazaakallahu khoeron katsiron'. Thank's banget sob!"
"Sama-sama"
"Eh gimana kalo ntar ente berubah pikiran lagi? Tiba-tiba meminta buku ini kembali?" tanya saya untuk menghilangkan keraguan yang terpendam.
"Nggak mungkin kali! Gila aje ente! Mana mungkin ane ngambil sesuatu yang udah ane berikan sepenuh hati ke orang lain?" jawab sahabat lama saya berusaha meyakinkan keraguan yang diam-diam terpendam.
"Loh bagaimana kalo buku ini kita ibaratkan hati?" pancing saya untuk memancing ilmunya.
"Maksud ente?" tanyanya penuh penasaran.
"Gimana kalo pada awalnya, kita bilang udah nyerahin hati kita sepenuhnya ke seseorang yang selama ini kita anggap sebagai kekasih. Eh tahu-tahu kita tarik lagi hati kita itu untuk kita berikan kepada orang lain?"
"Itu namanya mengingkari hati nurani sendiri. Lagian ente pikir dong pake akal, mana mungkin sih ada orang udah bilang, 'Eh nih ane berikan hati ane sepenuhnya untuk ente seorang'.
Eh nggak tahunya itu hati yang udah dikasih ke kita dia ambil lagi terus malah dia kasih ke orang lain yang baru dia kenal. Kita yang udah kenal dengan dia sejak lama ditinggalkan begitu saja. Kasian deh lu!
Kalo niat awalnya ngasih, iya kasih. Kalo niat awalnya minjem, iya balikin dong punya orang. Jadi orang mesti jelas kenapa.
Jangan niatnya minjem buku orang eh nggak dibalik-balikkin. Malah itu buku kita akuin sebagai miliki kita. Itu nggak tahu malu namanya.
Jadi mulai sekarang kita hidup harus jelas, 'Kepada siapakah sebenarnya akan kau serahkan hatimu sepenuhnya?" sahabat lama saya ini emang luar biasa. Dia ngomong cas-cis-cus kayak orang kesurupan. Tapi saya harus akui pemikirannya boleh juga untuk dijadikan renungan malam ini.
Kalau Sudah Cinta Mau Apa?
Selasa, 210409
Kalau Sudah Cinta Mau Apa?
Oleh: Mohamad Istihori
Orang kalau sudah cinta lebih bahagia tinggal di gubuk daripada tinggal di istana yang megah.
Lebih terasa menyenangkan naik motor bersama orang yang kita cintai daripada naik mobil dengan orang yang kita benci.
Apakah cinta itu buta?
Tidak cinta tidak buta. Yang buta adalah mata hati kita. Mungkin buta karena terhalang oleh kemilau dunia, oleh kemapanan, oleh ketampanan/kecantikan, oleh kekayaan, dan oleh kendaraan.
Cinta itu objektif. Setiap yang bernayawa juga merasakannya. Kita saja yang rela menukarkannya dengan rupiah bahkan dolar.
Itu karena kita memandang cinta sebagai zat, bukan sifat. Itu karena cinta kita baru merasakan cinta zahir belum batin.
Cinta..dimanakah engkau kiranya kini berada?
Kalau Sudah Cinta Mau Apa?
Oleh: Mohamad Istihori
Orang kalau sudah cinta lebih bahagia tinggal di gubuk daripada tinggal di istana yang megah.
Lebih terasa menyenangkan naik motor bersama orang yang kita cintai daripada naik mobil dengan orang yang kita benci.
Apakah cinta itu buta?
Tidak cinta tidak buta. Yang buta adalah mata hati kita. Mungkin buta karena terhalang oleh kemilau dunia, oleh kemapanan, oleh ketampanan/kecantikan, oleh kekayaan, dan oleh kendaraan.
Cinta itu objektif. Setiap yang bernayawa juga merasakannya. Kita saja yang rela menukarkannya dengan rupiah bahkan dolar.
Itu karena kita memandang cinta sebagai zat, bukan sifat. Itu karena cinta kita baru merasakan cinta zahir belum batin.
Cinta..dimanakah engkau kiranya kini berada?
Langganan:
Postingan (Atom)