Kamis, 04 Juni 2009

Pelacuran, Kemaksiatan, dan Kemunafikan

Jogjakarta, Rabu, 030609

Pelacuran, Kemaksiatan, dan Kemunafikan

Oleh: Mohamad Istihori

Jangan sekali-kali menghina pekerjaan seseorang. Apapun jenis pekerjaannya. Karena tidak semua orang bekerja berdasarkan besarnya gaji yang ia terima setiap bulan. Masih banyak orang yang bekerja berdasarkan panggilan hati. Dan itu, bagi saya, adalah sebuah kemuliaan. Daripada orang yang bekerja hanya berdasarkan uang, uang, dan uang.

“Loh tapi kan wajar kali kalau orang bekerja untuk cari uang?”

Iya wajarlah. Sangat wajar sekali. Malah kemuliaan seorang lelaki adalah ketika ia bekerja dan berusaha untuk menafkahi anak dan istrinya.

“Bagaimana dengan pelacur?”

Coba kita tanya pelacur, apakah menjadi pelacur merupakan sebuah obsesi? Apakah ia merupakan panggilan hati? Nggak mungkin kali! Mana ada wanita yang dengan suka cita menjual harga dirinya?

Pada awalnya ia pasti berurai air mata. Entah nanti setelahnya. Maraknya pelacuran menandakan tidak becusnya lelaki yang berada di daerah beroperasinya pelacuran tersebut. Kalau tidak ada seorang lelaki pun yang “jajan” padanya maka usaha mereka pasti akan gulung tikar.

Lelaki kan pemimpin bagi yang lain. Kalau yang lain itu tidak beres maka itu menandakan ketidakberesan pemimpinnya. Ini bagaimana mau menghapus pelacuran, lah wong di depan kita berteriak hendak menghapus pelacuran tapi diam-diam kita menyesal mengapa bukan kita yang melacur. Kemaksiatan tak akan bisa dihapuskan selama masih ada kemunafikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar