Selasa, 30 Juni 2009

Al Hamdulillah Ya Allah Saya Sekarang Miskin

Bandar Lampung, Selasa, 300609

Al Hamdulillah Ya Allah Saya Sekarang Miskin

Oleh: Mohamad Istihori

Betapa senang hatiku. Bagaimana tidak, "madrasah malam" (MM) yang ku tunggu-tunggu akhirnya dibuka kembali. Meskipun MM-ku kali ini digelar di Pulau Sumatra, tepatnya Bandar Lampung.

Di hadapanku kini telah berdiri dengan penuh wibawa Kiai Jihad, sang pengasuh MM. Malam ini dia membawakan "sekeranjang rasa syukur" kepadaku sebagai oleh-oleh pengembaraannya mempelajari ilmu kehidupan.

Ia pun mulai membuka pembicaraan, "Segala puji bagi Allah, Tuhan yang menghendaki hidup saya miskin dan melarat sampai hari ini."

Mendengar ucapan Kiai Jihad seperti itu aku terperanjat, "Loh mengapa bisa demikian Kiai? Mengapa anda bersyukur jadi orang miskin? Padahal di negara ini orang menghalalkan segala macam cara agar jadi orang kaya. Ada yang korupsi, ada yang jual diri, ada yang ngepet jadi babi, dan lain lagi."

Mendengar pendapat saya, Kiai Jihad hanya senyum seraya menanggapi, "Saya mensyukuri keadaan apapun jenisnya. Sekarang saya miskin iya saya syukuri. Kalau saya bekerja itu karena memang untuk memenuhi kewajiban bukan karena saya ingin kaya. Karena 'keinginan adalah sumber penderitaan' (Iwan Fals).

Kalau pun suatu hari saya kaya, itu bukan karena kerja saya tapi semata-mata karena perkenan Allah pada saat itu agar saya kaya. Dan, Allah sangat berhak untuk mengambil segala apa yang saya punya kapan saja dan di mana saja.

Maka saya sama sekali tidak mengutuk keadaan saya sekarang yang miskin ini sebagaimana saya juga sama sekali tidak menginginkan kelak saya jadi orang kaya. Jadi miskin al hamdulillah, kaya pun al hamdulillah. Malah bagi saya orang kaya adalah orang yang siap miskin. Sedangkan orang miskin adalah orang yang selalu merasa kurang dengan apa yang ia miliki sekarang."

"Itu kan alasan Kiai saja karena sekarang miskin. Nanti kalau kayak alasan juga beda." ujar saya.

"Manusia dikaruniai Allah kecanggihan internal untuk senantiasa dekat kepada Allah dalam setiap keadaan. Dengan kecanggihan akal itulah manusia bisa menaklukkan keadaan. Jadi keadaanlah yang takluk padanya. Bukan dia malah takluk pada keadaan." kata Kiai Nyetrik itu.

Ia pun menyudahi MM-nya karena ia tahu besok aku harus mengemban amanat Madani lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar