Selasa, 23 Juni 2009

Perempuan-perempuan Harapan Masa Depan

Senin, 220609

Perempuan-perempuan Harapan Masa Depan

Oleh: Mohamad Istihori

Tokoh Anna al Thofunnisa dalam film berjudul "Ketika Cinta Bertasbih" (KCB) bisa menjadi pelajaran penting untuk kita semua terutama bagi perempuan Indonesia masa depan.

Anna adalah seorang perempuan yang mampu memberikan penafsiran hukum Islam berdasarkan keadaan zamannya tanpa harus melanggar prinsip agama yang prinsipil.

Putri seorang pimpinan suatu pondok pesantren itu mampu menjabarkan pemikirannya mengenai poligami tanpa menyalahi asas poligami yang sesungguhnya. "Saya ingin menjadi Fatimah yang sepanjang hidupnya tidak pernah dipoligami oleh Sayidina Ali. Saya juga ingin menjadi Siti Khodijah yang sepanjang hidupnya tidak pernah dipoligami oleh Rosulullah Muhammad saw."

Ketika ditanya apakah ia membenci atau bahkan mengharamkan poligami? Dengan perumpamaan yang sangat indah nan brilian ia beralasan, "Kalau saya tidak suka jengkol itu bukan berarti saya mengharamkan jengkol bukan?"

Lahirnya sikap dan pemikiran seperti itu selain memang karena semangat belajar Anna yang sangat tinggi, juga muncul dari dukungan orang tuanya yang memberikan cinta dengan tulus dan ikhlas. Kedua orang tua Nisa memberikan dan menumpahkan perhatian dan kasih sayang penuh kepadanya.

Dalam hal memilih suami, misalnya. Nisa memang diberikan pilihan atau alternatif oleh orang tuanya, tapi orang tuanya tidak memaksa. Maksudnya seandainya kalau memang sudah ada lelaki lain di luar calon yang ditawarkan kedua orang tuanya maka mereka mempersilahkan Anna untuk memilih lelaki tersebut.

Sikap arif dan bijak juga bisa kita temukan dari orang tua dalam film berjudul "Perempuan Berkalung Sorban." Hanya saja ia kurang didukung oleh lingkungan sehingga dengan terpaksa ia harus menikah dengan lelaki yang tidak ia cintai. Namun dengan prinsip yang kuat dan kekuatan cinta pada akhirnya ia menemukan cinta sejatinya.

Mengapa perempuan itu harus berkalung sorban? Karena sorban mewakili pakaian yang lazimnya dikenakan lelaki dan sorban lebih universal. Berbeda kalau judul filmya, misalnya, "Perempuan Berpeci". Kalau peci hanya ada di Indonesia orang Arab tidak mengenal peci.

Perempuan yang berkalungkan sorban menggambarkan bahwa pada satu sisi dalam kehidupan rumah tangga, perempuan juga memiliki hak yang sama dengan suaminya.

Misalnya ketika hendak melakukan hubungan badan. Bukan hanya suami yang berhak untuk minta izin kepada istrinya untuk tidak berhubungan karena suatu hal. Perempuan juga bisa meminta izin kepada suaminya untuk tidak berhubungan ketika misalnya istri belum merasa siap melakukan hubungan tersebut karena pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga dengan suami sebelumnya.

Namun contoh Anna dan "Perempuan Berkalung Sorban" mungkin baru bisa kita temukan dalam film, novel, atau cerita saja. Bersyukurlah lelaki yang dalam kehidupan nyata bisa mendapatkan wanita seperti itu. Karena hanya dari wanita-wanita seperti itulah bisa kita harapkan lahirnya generasi harapan masa depan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar