Senin, 31 Agustus 2009

Dengan Puasa Memaknai Perjuangan

Bali, Selasa, 1 September 2009

Dengan Puasa Memaknai Perjuangan

Oleh: Mohamad Istihori

Coba anda bayangkan, kalau makan mangga dari hasil beli yang uangnya dari orang tua kok tidak seenak kalau kita makan mangga yang kita peroleh dari hasil mencuri mangga tetangga iya?

Seorang yang dulu masa kecilnya punya pengalaman suka mencuri mangga tetangganya mengatakan bahwa yang membuat nikmat sebenarnya bukan karena faktor mangganya. Yang membuat enak adalah faktor perjuangannya, faktor tantangannya. Karena perjuangan berarti tantangan. Dan, tantangan pasti ada di dalam setiap perjuangan.

Orang yang takut akan tantangan jangan harap mau diajak berjuang. Orang yang nggak mau berjuang itu karena dia sudah takut akan tantangan yang sudah pasti menanti setiap siapa saja yang memutuskan dan mengikrarkan diri bahwa dia akan berjuang.

Kalau dibandingkan mangga yang boleh beli dengan mangga hasil mencuri sebenarnya enak kan mangga boleh beli. Tapi karena mangga boleh beli terlalu mudah didapatnya tidak ada unsur lelah, capek, dan perjuangan dalam mendapatkannya maka mangga hasil curian terasa lebih nikmat sensasinya.

Nah kalau mencuri kan proses pejuangan yang diharamkan. Berbeda dengan puasa. Dalam puasa juga ada perjuangan, kelelahan, dan kecapean. Namun justru dengan nilai perjuangan puasa itulah kita akan merasakan betapa nikmatnya seteguk air putih yang kita minum untuk berbuka, setelah berjuang menahan haus seharian ketimbang kita minum di hari-hari biasa, di luar puasa.

Dan, puasa memang sama memberikan kenikmatan karena sama-sama memiliki unsur perjuangan. Hanya satu yang membedakan puasa dengan mencuri, puasa diwajibkan sedangkan mencuri diharamkan.

So, anda mau mencari tantangan dari sesuatu yang diwajibkan atau berasal dari hal yang diharamkan? Semestinya sih kita harus mencari tantangan dari sesuatu yang diwajibkan. Namun kenyataannya kita lebih tertarik untuk mencari tantangan dari hal yang diharamkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar