Minggu, 23 Agustus 2009

Gejala Skizofrenia atau Apa?

Ahad, 23 Agustus 2009

Gejala Skizofrenia atau Apa?

Oleh: Mohamad Istihori

Betapa malang orang yang merasa hidup ini sudah tak ada artinya lagi, kehadirannya di dunia sudah tak sanggup lagi ia maknai, ia merasa sudah tak ada seorang pun yang bersedia menemaninya, memahaminya, mengertinya.

Segala aktivitas terasa hampa. Semua program yang dirancang sia-sia. Setiap rencana pun sirna. Hidup tak lagi bergairah ia jalani. Hidup nggak lagi penuh semangat dan keceriaan.

Tatap matanya kosong. Wajahnya tidak seekspresif dulu. Kata-kata yang terlontar darinya selalu bernada pesimisme, pesimime, dan pesimisme.

Bukan hanya orang miskin, tidak berpendidikan, pengangguran yang mengalami semua ini. Orang-orang kaya, yang banyak harta, tinggal di rumah gedung nan mewah, istri cantik, suami tampan, gaji puluhan juta sebulan, mobil keren, berpakaian mahal, berpendidikan tinggi juga mengidap sindrom ini.

Padahal kalau kita pikir, "Emang kurang apa sih hidupnya? Segalanya ia punya. Mau apa tinggal bilang saja. Semua 'orang gila' rela menjilati bokongnya. Setiap wanita tergila-gila padanya. Semua orang tua juga menyarankan agar anak perawannya mau menikah dengannya sampai dengan cara yang memaksa."

Gejala apakah itu semua? Skizofrenia? Stres? Depresi? Jiwa terbelah? Kepribadian ganda? Atau gangguan jiwa lainnya?

Kalau memang penyakit apa obatnya? Bagaimana terapinya? Siapa dokter yang benar-benar memahaminya? Bagaimana cara yang efektif untuk menyembuhkannya?

Masih untung kalau ada anggota keluarga yang mau tetap care untuk mencari solusi dari semua ini. Mau membantu secara materil atau moril. Bagaimana coba kalau sudah tidak ada yang mau peduli lagi? Tak bisa ku bayangkan jika ia dibuang begitu saja.

Siapa yang mau peduli kepada mereka? Kita? Seberapa kuat rohani kita, kesabaran kita, keikhlasan kita, ketulusan kita, empati kemanusiaan kita untuk tetap bersedia menemaninya, mendengar keluh kesahnya, disalahpahami olehnya, diberi bogem mentah tiba-tiba olehnya?

Aduh kayaknya kalau bukan malaikat nggak bakalan ada deh yang terus sanggup menemani mereka. Maka aku pun bermunajat, "Ya Allah mulai sekarang turunkanlah malaikat-malaikat-Mu yang berbentuk manusia untuk menemani kegilaan, keskizofreniaan, kedepresian, kestresan, kejununan, keterbelahan jiwa dan kepribadian kami dalam menghadapi hidup yang semakin tidak menentu ini."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar