Kamis, 03 Desember 2009

Memperjuangkan Kebenaran Kolektif

Cibubur, Rabu, 021209

Memperjuangkan Kebenaran Kolektif

Oleh: Mohamad Istihori

Ya Allah susah banget sih memperjuangkan kebenaran yang padahal kita sendiri sudah sangat meyakininya. Kita sangat gemar menipu diri kita sendiri, terperangkap dalam jerat nafsu sehingga selalu melanggar nilai-nilai kebenaran tersebut.

Pas ketahuan orang lain kita merasa begitu malu dan "kehilangan muka". Tapi kalau Allah mah kita acuhkan saja. Padahal kita juga tahu tuh bahwa Allah juga sangat mengetahui dengan sangat detail apa saja yang kita lakukan setiap hari. Bahkan saat kita sendiri di malam hari yang sangat sunyi.

Kita merasakan kehadiran Tuhan ketika kita melakukan dosa dan maksiat. Tapi hal itu tidak kita maksimalkan sehingga kita tetap melakukan dosa dan maksiat di hadapan Tuhan kita sendiri. Betapa bodoh, hina, dan kotornya diri kami ini ya Allah.

Setiap manusia pasti memiliki keyakinannya sendiri-sendiri mengenai sesuatu itu apakah benar ataukah salah? Karena perbedaan inilah maka seluruh manusia hendaknya terus-menerus bergandengan untuk belajar bersama menemukan kebenaran tersebut.

Bukan malah berantem, bertengkaran, bermusuhan sampai tujuh turunan hanya karena beda pendapat dan keyakinan. Itu bukanlah sikap yang dewasa dan bijak.

Keyakinan boleh saja beda. Manusia sah-sah saja memperjuangkan apa yang diyakininya dengan segenap jiwa, raga, harta, bahkan nyawa. Namun yang harus diwaspadai adalah jangan sampai ada satu pihak pun yang memaksakan keyakinannya kepada pihak lain yang berbeda keyakinan.

Pemaksaan sebuah keyakinan apapun alasannya sangat tidak sesuai dengan asas kebenaran itu sendiri. Kita boleh saja berdebat, berdiskusi, bermusyawarah, berembug, dan bertukar pikiran. Tapi kelima hal tersebut bukanlah wadah atau tempat seseorang memaksakan keyakinannya.

Kelima hal tersebut hakikatnya adalah wadah di mana manusia bisa belajar bersama atau kalau dulu ketika masih SD hal seperti ini mungkin bisa dikatakan sebagai belajar kelompok.

Manusia adalah makhluk kemungkinan. Artinya ia mungkin benar, mungkin juga salah. Mungkin baik, mungkin juga jahat. Maka untuk memahami kebenaran kolektif (bersama) kita harus dengan sungguh-sungguh dan serius untuk terlebih dahulu belajar mengenai manusia.

Mempelajari manusia atau sebuah masyarakat bukanlah merupakan hal yang mudah, semudah membalikan telapak tangan. Kita harus memakai kaca mata multi dimensi ilmu pengetahuan yang beragam.

Kalau ilmu kita cuma pas-pasan dan tidak rajin mengenal dan mempelajari masyarakat atau orang-orang yang ada di sekitar maka kita akan sering mengalami miskomunikasi dan dis-informasi.

Dari ilmu memahami "apa sih maunya masyarakat kita itu" barulah kita akan memiliki sedikit gambaran tentang keyakinan dan intelektualitas mereka.

Kalau kita sudah memahami dengan sangat terhadap masyarakat, maka barulah bisa kita merintis untuk mengenal lebih dalam "apa sih sebenarnya kebenaran itu?"

Setelah poin-poin yang dianggap benar oleh masyarakat disepakati barulah kita berjuang bersama-sama terhadap kebenaran kolektif yang telah dibuat oleh keseriusan masyarakat setempat untuk menciptakan lingkungan keluarga, masyarakat, dan individu-individu yang tentram, aman, damai, dan sentosa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar