Rabu, 11 Februari 2009

Khusnul Khotimah

Senin, 090209

Khusnul Khotimah

Oleh: Mohamad Istihori

Al-Hamdulillah, akhirnya berakhirlah hubungan kami dengan khusnul khotimah. "Loh kok lu malah mengucapkan al hamdulillah sih?"

"Lah iya lah. Memang itulah ungkapan yang paling tepat dan bijak untuk menggambarkan suasana hati saya yang sekarang sedang hancur berkeping-keping.

Karena kami mengakhiri hubungan dua sejoli ini dengan ikhlas, tidak ada masalah, tidak ada dendam, dan justru dengan peristiwa 'tragis' ini saya menjadi tahu siapa dia sebenarnya dan dia tahu siapa saya yang sesungguhnya.

Mungkin selama ini saya aja yang ke-gr-an. Padahal semua yang saya bayangkan sangat kontradiksi dengan kenyataan. Saya adalah kekasih yang tidak dianggap.

Tapi tidak ada satu tapak perjuangan pun yang sia-sia. Mungki perjuangan saya selama ini terhenti. Tapi berhentinya tidak titik melainkan koma.

Saya sekarang hanya berhenti sejenak, membenahi diri, evaluasi, merenungi segala kezaliman dan kekejaman hidup. Tapi itulah surga bagi orang yang ikhlas.

Jadi saya tidak boleh benci. Ya kalau sakit hati atau kecewa masih wajarlah. Namanya juga manusia biasa. (sakiiit hati saya, ujar Bewok).

Menangis dan mengurung diri di kamar satu-dua hari juga bukan suatu indikasi kecengengan. Itu justru sebagai pengakuan bahwa kita adalah makhluk yang lemah. Sekuat-kuatnya kita menghadapi terjangan badai percintaan kita tetap membutuhkan sandaran hati.

Untuk Emak rela mendengar keluh kesah hati saya selama recovery hati. Emak pun memberikan nasihat-nasihat yang bukan saja menghibur kesedihan hati namun juga menguatkan hati saya untuk kembali melangkah.

Dan, saya sangat tahu semua kata bijak yang keluar dari bibirnya itu tidak ada satu pun yang berasal dari buku. Yang saya tahu semua yang dia ucapkan berasal dari pengalaman hidupnya dalam merajut keharmonisan rumah tangga yang ia bina selama ini dengan bapak.

Maka dengan berat hati, akhirnya aku ucapkan, selamat tinggal masa lalu yang begitu indah. Terima kasih telah memberikan kenangan manis kepadaku selama ini terutama ketika kita bersama-sama kuliah. Terima kasih telah kau gembleng hatiku. Terima kasih atas pengalaman hidup yang mesti pahit rasanya tapi semoga besar manfaatnya.

Akan aku ambil pelajaran semaksimal mungkin darimu untuk hariku yang sekarang. Perkara masa depan aku tak berani menuliskan. Itu semata-mata hak prerogatif Tuhan untuk menentukannya.

Saya tak berani mengambil tugas yang bukan menjadi tugas saya. Itu overlapping namanya. Begitu banyak manusia yang egois dan sombong dengan berani menjamin masa depannya atau masa depan anak-anak mereka dengan memaksakan kehendak.

Yang bisa kita lakukan adalah menghikmahi dan mengambil pelajaran dari masa lalu, ikhtiar dan berdoa pada hari ini, dan bertawakal serta menyerahkan masa depan kepada Allah.

"Emangnya gue Tuhan. Berani-beraninya gue memaksakan kehendak gue sendiri terhadap diri sendiri dan orang lain dengan alasan bahwa jika mengikuti apa yang kita yakini masa depan kita akan lebih baik.

Itu hanya menunjukkan keegoisan diri pribadi. Dan, ketidakbecusan nurani kita untuk menerima bahwa pendapat kita kadang berbeda dengan pendapat orang lain. Bahkan dengan anak kita sendiri."

Sangatlah malang seorang anak yang harus menjadi korban keegoisan orang tuanya. Ini bukan lagi zaman Siti Nurbaya. Ya kecuali memang si anak sepakat dengan apa yang diusulkan oleh orang tuanya. Itu menjadi pembahasan yang berbeda.

Yang menjadi masalah adalah ketika apa yang diusulkan orang tua tidak sesuai dengan anak. Namun dengan alasan balas budi si orang tua memaksa anaknya agar patuh kepada anak.

Hal ini juga menggambarkan ketidak-ikhlasan orang tua dalam membiayai segala ongkos kehidupan anaknya sehingga pada suatu hari dia merasa sah-sah saja merampas kemerdekaan sang anak untuk berjalan sesuai dengan apa yang diyakini anak selama ini.

Lagi pula sebelum saya benar-benar berpisah dengan kehidupan ini, perpisahan ini memberi pelajaran berharga bagi saya tentang bagaimana mengakhiri sesuatu dengan ikhlas, tanpa kebencian, tanpa mengeluh berkepanjangan, dan tanpa berat hati.

Namun bisa legowo, lapang dada, tawakal, sabar, pasrah, dan tentu saja terus berjalan..

Setelah ngomong panjang lebar, ngalor-ngidul ke sana-ke mari nggak jelas juntrungannya mengenai khusnul khotimah jadi terbesit dalam hati saya, kelak kalau punya anak akan saya kasih nama khusnul khotimah. Tapi siapa ya yang mau jadi istri saya? Hehehe...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar