Jumat, 03 April 2009

Dikejar-kejar Duit dan Pemikiran Aneh

Jumat, 030409

Dikejar-kejar Duit dan Pemikiran Aneh

Oleh: Mohamad Istihori

"Saya tidak ingin menjadi orang kaya!" ujar Cungkring.

"Loh mengapa? Di saat semua orang rela dan berlomba-lomba melakukan serta memberikan apa saja yang ia punya untuk meraih kekayaan, kamu malah tidak ingin menjadi orang kaya, aneh banget sih kamu?" tanya saya keheranan.

"Saya sangat belajar untuk tidak memiliki keinginan dalam kehidupan dunia. Saya tidak ingin hidup berdasarkan keinginan saya sendiri. Saya hanya ingin hidup berdasarkan keinginan Allah atas hidup saya.

Jadi kalau suatu hari Allah ingin saya kaya, entah bagaimana caranya, maka saya akan langsung berkata kepada Allah,

'Ya Allah sebenarnya saya ini hidup tidak punya keinginan apa-apa. Tapi Engkau malah menginginkan aku jadi orang kaya. Maka kalau Engkau 'memaksa' iya udah aku terima aja deh Ya Allah.'

"Kalau gitu kamu nggak perlu kerja dong?" tanya saya lagi.

"Loh urusan kerja bukan agar kita menjadi orang kaya. Saya ini bukan tipe manusia yang bekerja untuk menjadi orang kaya.

Saya kerja itu untuk ibadah. Saya bekerja karena untuk menjalankan metabolisme kehidupan saya sebagai manusia yang memang harus kerja (beramal).

Kaya atau miskin karena kerja itu urusan Allah. Lagian saya bukan orang yang ngejar-ngejar duit. Saya ini justru orang yang dikejar-kejar oleh duit.

Maka kalau saya dapat duit, maka benar-benar duit itu akan saya jajarkan di atas ranjang saya kemudian saya berkata kepada duit,

'Heh duit kamu harus tahu iya, bahwa saya ini nggak ngejar-ngejar kamu! Tapi justru kamulah yang terus ngejar-ngejar saya selama ini. Maka sekarang kamu harus patuh dan tunduk kepada saya. Karena saya tidak akan tunduk apalagi menjadi hambamu wahai duit.'

Sama halnya kalau Allah menginginkan saya miskin. Maka saya akan menerima keinginan Allah tersebut tanpa menganggap bahwa kemiskinan adalah hukuman kehidupan.

Begitu juga kalau Allah menginginkan saya hidup sederhana maka saya akan menerima ketentuan tersebut dengan berlapang dada."

"Kok kayak gitu sih prinsip hidup kamu? Nggak rasional banget kali?" ujar saya.

"Terhadap keinginan Allah kita tidak memerlukan rasio (akal). Kita cukup 'sami'naa wa atho'naa', Kami dengar, kami taat. Itu kalau kita mengaku sebagai hamba Allah. Namanya juga hamba Allah. Kalau ngaku hamba Allah iya harus mengikuti keinginan Allah dong.

Tapi Allah sangat mempersilahkan kepada seluruh makhluk-Nya untuk mencari tuhan selain Dia. Kalau kita mau menuhankan diri kita sendiri maka turutilah segala keinginan kita sendiri.

Kalau kita mau menghamba kepada bos atau majikan kita maka nggak salah kok kita menuruti segala keinginan bos atau majikan kita.

Kalau kita mau menghamba kepada orang tua atau suami/istri, maka turutilah semua keinginan mereka tanpa harus bersusah-susah belajar terlebih dahulu membaca dan memahaminya."

Saya merasa gaya berpikir Cungkring ini sangat aneh dan tidak 'up to date' untuk diterapkan di tengah-tengah masyarakat masa kini. Untungnya Cungkring kembali memberikan argumentasi yang menguatkan alasan-alasannya di atas.

"Aneh sih memang gaya berpikir kayak gini. Apalagi kalau kita memakai kaca mata pandang atau 'frame' masyarakat modern. Tapi saya nggak minder kok. Saya justru merasa bangga dengan kayak pikir seperti itu.

Bukankah Rosul pernah bersabda bahwa Islam itu memang datang dengan gaya berpikir yang aneh dan dianggap nyeleneh oleh masyarakat ketika itu. Dan, kelak pada akhir zaman Islam akan kembali dianggap aneh." jelas Cungkring yang mengakhiri anggapan aneh saya terhadapnya selama ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar