Minggu, 12 April 2009

Emosional, Rasional, dan Spiritual

Sabtu, 110409

Emosional, Rasional, dan Spiritual

Oleh: Mohamad Istihori

Konon katanya perempuan itu emosional. Gaya berpikirnya jangka pendek dan pragmatis. Faktor sensitivitas perasaan mendominasi jiwa, kepribadian, dan mentalnya. Perasaannya halus.

Tapi bawaanya emosiaaan aja. Apalagi kalau sedang "datang bulan" bersiaplah menerima kejutan.

Katanya (menurut Departemen "Perceunahan") lelaki itu rasional. Semua hal harus masuk akal terlebih dahulu baru dia lakukan. Ciri khas berpikirnya jangka panjang dan ideal.

Faktor perasaan nomor dua. Yang pertama dan utama, "logis nggak?", selalu itu yang ia utarakan.

Dari sinilah kemudian antara lelaki dengan perempuan memiliki cara yang berbeda dalam menilai sebuah masalah. Kalau memang dua penilaian di atas itu adalah benar, perempuan itu emosional dan lelaki itu rasional, maka agar hubungan mereka nyambung, langgeng, abadi, dan nggak nge-BT-in, mereka harus ditengahi, dimoderatori, atau dicomblangi oleh faktor spiritual (agama).

Dua sudut pandang yang berbeda atas satu masalah ini bisa menemui titik temu jika mereka berdua sama-sama memiliki komitmen yang kuat terhadap nilai-nilai agama. Karena nilai agama inilah nilai yang abadi sepanjang masa, tidak lekang dimakan waktu, dan berlaku universal.

Kalau hubungan mereka tidak didampingi unsur spiritual mereka akan cenderung mengikuti egonya masing- masing.

Kalau mereka sudah berkeluarga dan punya anak, maka anak dan hubungan pernikahan mereka akan jadi korban akibat tidak adanya semangat spiritual dalam keluarga tersebut. "Na'udzubillahi min dzaalik."

Padahal dihadapan anak, suami-istri tidak boleh beda dalam memutuskan sesuatu. Di belakang anak silahkan berdebat, berdiskusi, bermusyawarah, berkomunikasi dua arah agar bisa selalu tampil kompak, se iya, sekata di hadapan anak-anak.

Orang tua yang berdebat tidak sehat di hadapan anaka-anak malah akan menimbulkan kebingungan anak dalam menentukan langkah yang pada akhirnya kelak, kalau sudah dewasa anak akan menjadi anak yang peragu, bimbang, dan ragu. Kalau melangkah nggak pede, selalu bingung dalam menentukan arah dan tujuan hidup.

Ketika bapak bilang boleh, eh emak malah bilang nggak boleh. Anak akan kebingungan kalau sudah demikian.

"Yaa ayatuhannafsul muthmainnah irji'ii ilaa robbiki roodiyatammardiyah."

Maka wahai jiwa-jiwa yang emosional dan jiwa-jiwa yang rasional bersatulah kalian dalam naungan semangat spiritual atau naungan ridho Tuhanmu agar tenang jiwamu beserta belahan jiwamu itu (anak-anak dan istri), sampai nanti, sampai mati, dan sampai akhir hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar