Selasa, 07 April 2009

Fiqih dan Ushulnya

Jumat, 030409

Fiqih dan Ushulnya

Oleh: Mohamad Istihori

Fiqih itu bukan aturan yang 'saklek blek'. Fiqih itukan bukan buatan Tuhan. Fiqih termasuk semua disiplin ilmu yang ada di dunia ini kan sebenarnya hanyalah tafsiran manusia atas aturan Tuhan.

Maka fiqih bisa berubah sesuai dengan keadaan suatu tempat bila memang dipandang perlu dan tidak melanggar aturan pokoknya ("ushulul fiqh").

Di sinilah perlu dan pentingnya seseorang mempelajari ilmu Ushulul Fiqh. Orang yang hanya tahu fiqih dan tidak belajar ushul fiqh, apalagi buku atau kitab yang ia jadikan referensi adalah kitab yang parlan (ngampar di jalan).

Maka dia akan kebelinger, bingung, ragu, bimbang, dan plin-plan untuk menyesuaikan antara aturan fiqih formal yang ia pelajari dengan keadaan lingkungan sekitar tempat dia tinggal.

Apalagi kalau ternyata aturan/budaya setempat sangat bertentangan dengan ajaran fiqih.

Sayangnya kita belum benar-benar memiliki ulama ushul fiqh. Yang mungkin baru kita miliki adalah ulama fiqih. Maka jangan kaget apalagi sampai depresi kalau ulama fiqh kita suka mengeluarkan "fatwa yang bukan fatwa" yang janggal dan tidak masuk akal.

Berfatwa tentang golput tapi tidak mengeluarkan fatwa tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), demokrasi, Pemilu, dan Partai Politik (Parpol). (Emha Ainun Nadjib: 2009).

Kalau mau mengeluarkan fatwa tentang golput fatwai dulu dong NKRI, demokrasi, pemilu, dan parpol. Kalau sudah berfatwa tentang NKRI, demokrasi, pemilu, dan parpol baru berfatwa tentang golput.

Ini tidak tiba-tiba saja berfatwa tentang golput. Fatwa macam apa itu? Nggak rasional banget kan?

Berfatwa tentang haramnya rokok tidak mengeluarkan fatwa tentang ribuan buruh pabrik tembakau, kebun tembakau, dan pabrik tembakau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar