Minggu, 06 September 2009

Ke Mana Para Penolong Kita Itu?

Bali, Senin, 7 September 2009

Ke Mana Para Penolong Kita Itu?

Oleh: Mohamad Istihori

Ke manakah gerangan perginya para penolong kita itu? Parpol-parpol, caleg-caleg, capres-cawapres yang tampak sangat sibuk dan dengan sangat sigap menolong sekecil apa pun nasib wong cilik.

Begitu bendungan Situ Gintung jebol parpol-parpol dulu-duluan pada buat tenda di sana. Mereka membagikan mie, selimut, pakaian, dan segala apa saja yang kita anggap dibutuhkan para korban.

Yang tidak boleh sama sekali mereka lupakan adalah bendera parpol atau bahkan selembaran yang mengiklankan betapa pantasnya mereka menjadi wakil-wakil kita di lembaga legislatif.

Tapi ke mana mereka saat gempa Tasikmalaya? Ke mana capres-cawapres yang dulu pada berebut membela Prita. Bahkan pres-wapresnya juga nggak mau tahu tuh. Cuek aje Baibeh.

Duh emak bagaimana nasib kita rakyat kecil kalau wakil-wakil kita hanya peduli ame kite cuma pas lagi ade maunye aje? Sekarang mereka sudah duduk di atas singgasana jadi mereka nggak merasa memiliki kewajiban untuk menolong korban bencana alam.

"Kan udah ada bawahan gue yang ngurus bagian lapangan." ujar caleg terpilih.

"Sekarang waktunya balikin modal yang dulu gue pake untuk kampanye. Gile aje lu. Gue udah abis puluhan juta sekali kampanye masa sekarang per bulan cuma digaji beberapa juta doang. Maka wajar dong gue nyari obyekan sana-sini. Kalo perlu korupsi-korupsi deh. Abis senior-senior di sini juga dulu pada melakukannya.

Sekarang aje mereka udah pada pensiun. Baru deh sebagian kecil duit nggak jelas itu mereka sumbangin ke masjid, pesantren, gereja, atau bahkan ada juga yang mendirikan panti asuhan atau beberapa yayasan sosial.

Belum lagi tetangga dan keluarga yang selalu menganggap kalo udah jadi wakil rakyat itu duitnya harus banyak. Ke mana-mana naik mobil. Jadi mau ditaro mana harga diri gue kalo ntar mudik nggak bisa petantang-petenteng ama orang sekampung?" ujarnya lagi.

Kalau sudah demikian bulat tekad wakil rakyat kita yang satu ini, maka kita sebagai rakyat tidak usah lagi menaruh harapan yang berlebihan. Lagian Bangsa Indonesia kan emang dari dulu sebagai "istri" udah sering ditinggal sendiri ame "suaminya" yang bernama pemerintah.

Bangsa Indonesia adalah istri yang sangat mandiri. Namun sangat sabar menghadapi suaminya yang tiap lima tahun sekali menggombalinya. Maka sebesar apapun bencana yang menimpa bangsa Indonesia, kita akan tetap survive meski tidak ada satu pun pihak "instansi suami bangsa" ini yang peduli.

Toh kita sebagai sesama rakyat masih bisa saling tolong-menolong, saling menghibur, saling menguatkan, dan yang paling penting adalah pertolongan, hiburan, motivasi, dan spirit yang kita lakukan selama ini adalah murni tanpa ada nafsu untuk berkuasa, tanpa disisipi hasrat untuk kepentingan pribadi, golongan, atau parpol.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar