Rabu, 30 September 2009

Nyari Gara-gara, Nyari-nyari Alesan, dan Nyari Masalah

Cibubur, Rabu, 30.09.2009

Nyari Gara-gara, Nyari-nyari Alesan, dan Nyari Masalah

Oleh: Mohamad Istihori

Nyari gara-gara, nyari-nyari alesan, dan nyari masalah adalah salah satu "makanan favorit", sejenis "makanan kecil/makanan ringan/cemilan", atau "snack-nya" masyarakat ibu kota, khususnya Jakarta atau kota-kota besar lainnya.

Tiga hal tersebut merupakan makanan yang nggak boleh kelewat satu hari pun, karena kalau kelewat mereka bisa kurang bersemangat hidupnya dan tidak lagi bergairah bekerjanya.

Mereka bisa nyari gara-gara dengan, misalnya, ngas-gas motor saat lampu merah untuk menunjukkan siapa kita sebenarnya, agar orang melihat betapa kerennya penampilan kita dengan motor kita.

Seberapa power yang kita miliki, seberapa kuasanya kita di jalan raya, atau untuk mancing pengedara motor yang lain untuk nge-track dengan kita.

Bisa juga kita halang-halangi motor lain yang hendak mendahului kita. Dengan harapan motor yang mau mendahului kita itu terpancing kemarahannya, untung-untung kemudian bisa balapan atau bahkan bertengkar dengannya.

"Jajanan wajib" kita yang kedua adalah cari-cari alasan agar kemauan nafsu kita mendapatkan pembenaran sesuai dengan pengetahuan yang kita miliki.

Semakin tinggi pendidikan kita maka semakin canggih alasan yang bisa kita buat untuk pembenaran.

Atau pendidikan kita nggak usah tinggi, asalkan kita rajin menggali celah hukum yang berlaku maka kita bisa berlaku seenak udel kita tanpa ada pihak yang bisa ngelarang-larang.

Produk dari "jajanan kecil" berupa nyari-nyari alesan ini bisa dosa menjadi terasa tak berdosa lagi, tak ada lagi rasa takut dan malu kita atas perbuatan maksiat yang kita lakukan.

Bahkan kita bisa dengan bangga menceritakan kepada teman-teman kita sudah berapa jenis narkoba yang sudah kita konsumsi selama ini atau sudah berapa banyak tempat-tempat pelacuran, tempat dugem, kafe remang-remang, dan diskotik yang sudah kita kunjungi.

Dan, ketiga belum lengkap rasanya hidup di kota besar dan metropolitan seperti Jakarta ini kalau kita belum pernah merasakan bagaimana asyiknya nyari masalah.

Agaknya nyari masalah ini mirip dengan nyari gara-gara. Tapi sesungguhnya ia sangat berbeda. Kalau nyari gara-gara itu baru tingkat bercanda atau levelnya masih main-main.

Tapi kalau sudah nyari masalah ini sudah sangat serius. Dampaknya bisa tawuran antar kampung, antar warga, atau antar individu.

Gatel banget rasanya tangan kita ini kalau sehari aja tidak nonjok orang. Jiwa orang yang suka nyari masalah adalah jiwa seorang pendekar bela diri yang semestinya hidup di zaman penjajahan dulu.

Tapi Allah menganugerahkannya kepada kehidupan kita yang sudah modern, penuh toleransi, kelembutan, dan kasih sayang ini untuk menguji seberapa sabarkah akal dan hati kita untuk menghadapinya?

Karena kalau emosi amarah kita terpancing sedikit saja olehnya itu berarti kita sama gilanya dengan dia, sama stres dan error-nya dengan dia.

Maka semestinya kalau ada Festival Makanan Nusantara saya sangat berharap ketiga "makanan kecil" tersebut bisa diikutsertakan. Saya yakin seyakin-yakinnya, haqqul yaqin, bukan lagi 'ainul yaqin bahwa ketiga makanan tersebut menjadi juaranya.

Karena sudah terbukti dengan sangat jelas bahwa ketiga makanan tersebut sudah menjadi makanan cemilan favorit kita sehari-hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar